Selasa, 30 September 2014

TAZKIYATUN NAFS




MAKALAH


TAZKIYATUN NAFS


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliyah Ahlaq Tasawwuf  yang dibimbing oleh: H. Taufik, M. Pd.I.
OLEH :
KELOMPOK 8
KELAS : B
ISBAT                                                (18201201030072)
INNI MAR’ATUN QONITA          (18201201030077)
LAYYINAH                                      (18201201030103)
IMROATUS SOLEHAH                 (18201201030076)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN

2012-2013


KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalmu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil alamin segala puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan beberapa kenikmatan yang berupa Iman, Islam dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul Tazkiyatun Nafs.
Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Rasul yang terahir yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah yang penuh barakah ini.
Selanjutnya kami mengcapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu yang terhormat bapak H. Taufik, M. Pd.I. yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Taklupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini , begitu juga kami mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan sehingga saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan.
Billahitaufiq Walhidayah Summassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pamekasan, 3 November 2012

     Penulis,

i



DAFTAR ISI
Kata pengantar ………………………………………………………..      i
Daftar isi ……………………………………………………………….      ii
BAB I Pendahuluan …………………………………………………..      1
1.1. Latar belakang ………………………………………….…       1
1.2. Rumusan masalah ………………………………………..         1
1.3. Tujuan penulisan ………………………………………....         2
1.4. Metode penulisan makalah ………………………………         2

BAB II Pembahasan ………………………………………………...         3
2.1. Pengertian Tazkiyatun Nafs …………... …………..…….            3
2.2. Tujuan Tazkiyatun Nafs …..…………………………..….            7
2.3. Cara Penyucian An-Nafs .…………..….. ….…………….           9
2.4. Keurgensian Tazkiyatun Nafs ……………………..……..            13
2.5. Aplikasi Tazkiyatun Nafs menurut Al-Quran dan Sunnah.            16
2.6. Nafsu dalam Pertumbuhan Psikologi dan Spiritualnya…. ..          18
2.7. Manfaat Tazkiatun nafs…………………………………...           22
2.8. Perbedaan antara Tazkiah al-nafs dengan Thaharah…….  .           23
  
BAB III Penutup …………………………………………………….         24
3.1. kesimpulan ………………………………………………..           24
3.2. saran …………………………………………………….…          25
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………         26

ii
 



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Sesungguhnya pembentukan kepribadian yang lurus, tidak akan sempurna tanda-tandanya, kecuali dengan pembersihan jiwa. Yaitu penyucian lubuk hati manusia paling dalam. Seseorang yang tidak kuasa membetulkan jiwa serta diri sendiri, niscaya tidak mampu melakukan hal yang sama pada orang lain. Bagaimanapun jiwa manusia itu mempunyai pengaruh serta dorogan-dorongan yang bisa mempengaruhi tingkah laku pembawaan seseorang. Jiwa tersebut mempunyai godaan-godaan yang senantiasa bergerak, serta gangguan-gangguan yang mengarah kepada kebimbangan, yang mengakibatkan seseorang melakukan penyimpangan, kejahatan, kekejian, dan kemungkaran.
Sehingga bersuci dalam agama islam tidak hanya meliputi jasmani tetapi juga rohani.  Mensucikan hati dari segala macam kotoran hati disebut Tazkiah.  Seseorang dikaruniai hati yang bersih dan suci saat dilahirkan ke dunia. Karena bebarapa faktor dan pengaruh membuat hati seseorang menjadi kotor, seperti; pergaulan, dan lingkungan sekitar. Selain itu bahwasannya setan selalu hadir dan membisikan keburukan pada hati manusia seperti, iri, dengki, hasud, fitnah, kufur, tamak,dll. Oleh sebab itulah kita di wajibkan bertaubat kepada allah dengan berbagai macam cara. Selain dengan proses pembersihan dari segala macam kotoran hati, alangkah lebih baiknya di imbang  dengan menanamkan sifat-sifat terpuji ke dalam hati kita agar dapat terbentu pribadi yang berakhlakul karimah.
Tazkiyyatun Nafs termasuk hal terpenting yang dibawa oleh para Rasul as. Hal ini sebagaimana yang Allah ingatkan dalam firman-Nya berikut ini: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 129).
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya meniru apa yang di ajarkan oleh baginda nabi besar Muhammad saw agar hidup kita menjadi lebih baik di dunia maupun di akhirat.

1.2. Rumusan Masalah
a.   Apa yang dimaksud dengan Tazkiyatun nafs?
b.   Bagaimana metode penyucian an nafs dan cara penyuciannya?
c.    Bagaimana nafsu dalam pertumbuhan psikologi dalam spiritualnya?
d.   Apa manfaat Tazkiah al-nafs?
e.    Apa Perbedaan Tazkiah al-nafs dengan Thaharah?

1.3. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah memahami taskiyatun nafs serta masalah-masalah yang terkait dengan Tazkiatun Nafs dan dalilnya serta mengetahui cara-cara menyucikan diri dari sifat-sifat jelek dan kotoran-kotoran dalam diri manusia. Selain itu untuk menambah wawasan, pengetahuan tentang fenomena-fenomena nyata yang terjadi di sekitar kita.
1.4. Metode Pembuatan Makalah
Kami membaca bahan-bahan berupa buku-buku, karya tulis, dan penelusuran melalui internet sesuai dengan materi-materi yang terkait  yang akan kami sajikan pada makalah ini.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tazkiyatun Nafs
   Secara etimologis (bahasa), Tazkiyatun nafs berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyat dan Nafs. Tazkiyah berasal dari akar kata Zakka yang berarti penyucian[1]. Kata ini hampir sama dengan Zakaa yang berarti Solaha (baik) dan ia juga berarti Barokah (banyak kebaikannya), disamping itu juga berarti Thaharoh / Suci bersih. Sedang bentuk kata Tazkiyah dari kata Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga menjadi Zakka-Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti menumbuhkan, mengembangkan, memperbaiki, membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi baik serta bertambah baik. Sedangkan an-nafs adalah jiwa yang dalam arti psikis berupa akal, hati, nafsu dan roh yang keempat hal tersebut adalah esensi dari manusia.[2]
Dengan demikian istilah tazkiyatun nafs memiliki makna mensucikan, menguatkan dan mengembangkan jiwa sesuai dengan potensi dasarnya (fitrah) takni potensi iman, islam, dan ihsan kepada Allah.
            Sedangkan menurut istilah, suatu upaya pengkondisian spiritual agar jiwa merasa tenang, tentram dan senang berdekatan dengan Allah (ibadah)[3]. Sedangkan menurut imam al-ghazali adalah upaya penyucian jiwa seorang hamba agar terhindar dari sifat tercela.[4]Akan tetapi beberapa ulama berpendapat: Menurut Abul Qasim Husain bin Muhammad, beliau lebih populer dikenal dengan Ragib Al-isfahani (wafat 502 H), beliau mengatakan bahwa Tazkiyatun Nafs adalah upaya manusia untuk mensucikan jiwa dan dirinya, sehingga ia mempunyai sifat terpuji pada dirinya di dunia tentunya dan kelak di akhirat mendapatkan pahala dan balasan yang besar.  Syeikh Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa Taziyatun nafs adalah salah satu tugas utama para rasul, ia merupakan tujuan yang dicapai oleh orang-orang bertaqwa. Dan selamat atau celakanya manusia tergantung sikapnya terhadap Tazkiyatun nafs, apakah ia konsen terhadap permasalahan yang satu ini, atau acuh tak acuh dengan hal ini.
            Adapun dalam buku tasawuf tematik di sebutkan bahwa, tazkiyatun nafs esensinya cenderung pada pembicaraan soal jiwa (an-nafs).  ada empat istilah yang berkaitan dengan an-nafs yaitu al-qalb, ar-roh, an-nafs, dan al-aql. Al-Ghazali mengartikan tazkiyatun nafs yaitu suatu proses penyucian jiwa manusia dari kotoran-kotoran, baik kotoran lahir maupun batin.[5]
Berdasarkan makna itu pula tazkiyatun nafsi bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yaitu fitrah tauhid, fitrah iman, islam, dan ihsan, disertai dengan upaya menguatkan dan mengembangkan potensi tersebut agar setiap orang selalu dekat  kepada Allah, menjalaknkan segal ajaran dan kehendak-Nya, dan menegakkan tugas dan misinya seagai hamba dan khalifah-Nya di bumi.
Karena Tazkiyatun Nafs adalah proses pembersihan jiwa dari akhbas (kotoran) serta memperbaiki jiwa, maka tazkiyatun nafs dapat dilakukan dengan berbagai bentuk ibadah, perbuatan baik dan berbagai amalan shalih serta langkah-langkah mujahadah.
Apabila semuanya itu dilakukan, maka akan menjadi bersih yang selanjutnya mempuyai pengaruh, dampak positif hasilnya pada prilaku, tingkah laku dan perkataan, pengaruh itu akan membekas pada lidah, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya.
  Buahnya yang paling nyata adalah perlakuanya yang baik terhadap Allah dan terhadap manusia juga makhluk lain serta makluk di muka bumi ini. Adabnya kepada Allah berupa komitmen melakukan seluruh kewajibannya kepada Allah dan menjahui segala bentuk prilaku dan perbuatan yang menyebabkan murka Allah, termasuk mengorbankan harta, jiwa dan raganya berjihad dijalan Allah.(Al-Mustakhlas fii Tazkiyatul Anfus, hal. 5-6)
Kalau kita mengingat Rosululloh SAW,  betapa tepat dan bijaksananya. Beliau telah memberikan peringatan kepada kita dengan sabdanya:

Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, yaitu hati.” (Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basyir ra)
Atas dasar hadits tersebut di atas maka kemudian para Ulama Shufi mengatakan, antara lain sebagai berikut:
Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib.” (Kitab Kifayatul Atqiya)

Wajib disini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang dalam rangka upaya mencapai hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tazkiyatun-nafs atau membersihkan hati, maksudnya membebaskan hati dari pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipu daya untuk menguasai hati manusia. Di dalam Kitab Suci Al Qur’an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf as. tentang tekad beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu, sebagai berikut:
Dan tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rohmat oleh Tuhanku.” (QS. 12 – Yusuf: 53)
Membersihkan hati, istilah yang populer sekarang operasi mental. “Operasi Mental” yang dialami oleh Rosulullah SAW, ketika akan menjalani Isro’-Mi’roj merupakan tuntunan nyata yang harus diikuti oleh para umat. Bahkan oleh setiap insan yang hidup di dunia ini. Berkat adanya operasi tesebut, dimana kotoran-kotoran yang terdapat di dalam hati Rosululloh SAW dikeluarkan dan kemudian dimasukkannya iman, islam, ihsan, amanah dan kejujuran, maka segala gangguan dan godaan yang dialami dalam perjalanan Isro’ dan Mi’roj, semua dapat diatasi dengan sempurna dan sukses menghadap ke Hadlrot Alloh SWT untuk menerima tugas-tugas yang harus dilaksanakan para umat, termasuk sholat lima waktu dalam sehari semalam.
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh oleh umat masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui pengajaran dan pendidikan, lewat sistem dakwah dan penerangan-penerangan agama, menggunakan media massa, surat-surat kabar dan majalah, radio, televisi dan buku-buku, melalui perkumpulan, organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk pergaulan hidup lainnya. Bahkan ada yang menempuh dengan riyadloh-riyadloh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaaan atau kerohanian. Masing-masing dengan metode dan sistematika yang berbeda-beda.
Secara umum operasi mental tesebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip penanaman pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam prakteknya tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih terbebas dari pengaruh-pengaruh nafsu yang menjadi sarang yang subur bagi bercokolnya Dewan Perancang Kejahatan seperti tersebut di atas.
   Jadi Tazkiyatun nafs pada hakikatnya adalah proses pembersihan jiwa dan hati dari berbagai dosa dan sifat-sifat tercela yang mengotorinya, dan selanjutnya peningkatan kwalitas jiwa dan hati tersebut dengan mengembangkan sifat-sifat terpuji yang diridhai Allah Swt, serta potensi-potensi positifnya dengan mujahadah, ibadah dan berbagai perbuatan baik lainnya, sehingga hati dan jiwa menjadi bersih dan baik serta berkwalitas. Yang selanjutnya menjadikannya mempuyai sifat-sifat dan prilaku yang baik dan terpuji. Bukan Cuma itu saja Allah berfirman dalam Al-Qur’an.
(Allah) yang mengutus untuk seluruh bangsa seorang Rasul dari antara mereka untuk membacakan ayat-ayat kepada mereka, mentazkiyah mereka, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah" (QS. Al-Jum'ah: 2)
Ayat di atas menunjukkan bahwa tazkiyatun nafs, merupaka salah satu missi semua Nabi dan Rasul, khusus Rasulullah Muhammad SAW, di samping menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Islam mengakui bahwa pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan suci, yakni suci dari segala kotoran dan dosa. Yang ada pada bayi yang lahir itu adalah fitrah, yakni potensi beriman, berislam dan berihsan kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya.
Dengan tazkiyatun nafs, seseorang dibawa kepada kualitas jiwa yang prima sebagai hamba Allah, sekaligus prima sebagai khalifah Allah. Artinya dengan tazkiyatun nafs, seseorang menjadi Ahlul Ibadah, yakni orang yang selalu taat beribadah kepada Allah dengan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta menjadi Khalifah, yakni kecerdasan dalam missi memimpin, mengelola dan memakmurkan bumi dan seisinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Allah untuk kerahmatan bagi semua makhluk.

2.2. Tujuan Tazkiyatun Nafs
Hal ini sebagaimana yang Allah ingatkan dalam firman-Nya berikut ini:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (surah al-Baqarah; 2:129).
Di dalam beberapa ayat juga dijelaskan, antara lain pada surat Al-Baqarah [2] ayat 151, surat Ali Imran [3] ayat 164, surat Al-Jumu’a [62] ayat 2, dan surat An-Nazi’at [79] ayat 17 hingga 19.
Tazkiyyatun Nafs yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:
Ø Tadzkiir : Terhadap ayat-ayat Allah di setiap ufuk dan dalam diri manusia, terhadap perbuatan Allah atas ciptaan-Nya dan terhadap hukuman dan siksaan-Nya.
Ø Ta’lim : Mempelajari Kitab dan Sunnah.
Ø Tazkiyyah : Membersihkan hati dan memperbaiki tingkah-laku.
Dan tujuan Tazkiyatun Nafs adalah ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya, takwa hanya dapat terwujud melalui pembersihan serta penyucian jiwa. Sementara, kebersihan jiwa juga tidak dapat terjadi tanpa takwa. Jadi keduanya saling terkait dan saling membutuhkan. Itulah mengapa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَاسَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams 91 : 7-10)
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa seseorang dapat membersihkan jiwanya melalui ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَلاَ تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci.Allah lebih mengetahui tentang siapa yang bertakwa. (QS. An-Najm 53: 32)
Serta firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَسَيُجَنَّبُهَا اْلأَتْقَى . الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى
Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail 92: 17-18).
Kedua ayat ini menjelaskan bahwa pembersihan jiwa pada hakikatnya adalah ketakwaan kepada Allah.Dan memang tujuannya adalah ketakwaan kepada Allah.
Di sini perlu juga difahami dengan baik sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
اَللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا. رواه مسلم
Ya Allah! Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku, bersihkanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik yang membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa dan Pemiliknya. (HR. Muslim.)
Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah maksud diciptakannya manusia. Yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah saja.
Allah berfirman:

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu saja. (QS. Adz-Dzaariyaat 51 : 56)
Tujuan tazkiyatun nafs tidak lepas dari tujuan hidup manusia itu sendiri, yakni untuk mendapatkan kebahagiaan jasmani maupun rohani, material maupun spiritual, dan duniawi maupun ukhrawi. Kesempurnaan itu akan diperoleh manusia jika berbagai sarana yang menuju ke arah itu dapat dipenuhi. berbagai hambatan yang menghalangi tujuan kesempurnaan jiwa itu harus disingkirkan. Adapun yang menghalangi kesempurnaan jiwa itu adalah kotoran atau noda yang ditorehkan oleh sifat-sifat jelek yang melekat pada jiwa manusia.  Tujuan khusus tazkiyatun nafs dijabarkan oleh Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum Ad-Din.
a.      pembentukan manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan seluruh aktivitas hidupnya bernilai ibadah.
b.      membentuk manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan dengan sesamanya, yang sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung jawabnya.
c.       membentuk manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari perilaku tercela yang membahayakan jiwa itu sendiri.
d.      memebentuk manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap Allah, diri sendiri maupun manusia sekitarnya.[6]

2.3. Cara Penyucian An-Nafs
            Tazkiyatun Nafs , baik dalam artian mensucikan hati, membersihkan diri serta prilaku dari sifat negatif atas dalam artian meningkatkan kualitas diri yang dihiasi dengan ahlak-ahlak mulia dan terpuji dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana (wasail). Agar sarana / proses penyucian berjalan dengan sempurna, kita bisa melakukannya dengan 2 macam cara, yaitu proses takhalli dan proses tahalli.[7] :
1.      Dengan proses Takhalli (pembersihan dari penyakit hati)
            yaitu membersihkan dan membebaskan diri dari berbagai kotoran hati dari berbagai dosa dengan bertaubat dan beristigfar. Dan menjauhkan diri serta membebaskannya dari perbuatan dan sifat-sifat negatif atau tercela. Dengan meninggalkan dan menajahui perbuatan tersebut seperti bohong, khianat, dengki, fasik, nifak, takabur, ghibah , namimah, dan berbagai sifat tercela lainnya.
2.      Dengan Proses Tahalli (pengisian sifat terpuji)
            yaitu membekali, membiasakan, dan menghiasi diri dengan berbagai perbuatan baik dan positif, seperti taubat, sabar, Al-Raja’, faqr, zuhud, wara’, peningkatan ilmu, iman, takwa, ibadah, zikir, do'a, tilawah, tadabur Al-Quran dan lain sebagainya. Juga dapat dilakukan dengan menumbuhkan membiasakan sifat-sifat terpuji seperti siddiq, jujur, amanah, tawadhu, kidmah dan seterusnya. Sehingga kelak sifat-sifat tersebut menjadi kebiasaan dari ahklaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Dan setelah kita mengetahui proses dari tazkiyatun nafs, selanjutnya kita gunakan metode (cara) untuk menyempurnakan tazkiyat yang kita lakukan. Yaitu dengan cara mujahadah dan riyadahDan beberapa tokoh lain memberikan istilah lain, tentang cara kita menyucikan diri atau jiwa. Dan istilah tersebut yaitu:
1.      Mujahadhah
Istilah mujahadat berasal dari kata “jahada”, satu rumpun dengan “ijtahada”, yang berarti berusaha keras, atau penuh kesungguhan hati dan perilaku dengan penuh ketekunan. menurut Al-Ghazali, mujahadat berada dibawah norma-norma syariat dan akal. Sebagai contoh untuk mujahadat ini misalnya seseorang yang terbiasa ghibah, maka mulutnya seolah-olah gatal bila tidak melakukannya. Mujahadat yang dilakukan disini adalah dengan menahan dengan sekuat hati untuk tidak membicarakan kejelekan orang lain. Apalagi membicarakan orang lain itu dalam syariat dilarang, dan menurut akal itu juga tidak baik. Bahkan, logis kalau dibukakan aibnya di depan orang lain.
2.      Riyadhat
Adapun riyadhat disini adalah pembebanan diri dengan membiasakan melatih suatu perbuatan yang pada fase awal yang merupakan beban yang sangat berat dan pada fase akhir menjadi sebuah karakter menjadi sebuah karakter atau kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan itu menjadi tertanam kuat. Sebagai contoh dari riyadhat ini, misalnya seseorang yang telah terbiasa dengan sifat kikir, dapat menghilangkan sifat kikir itu dengan melatih diri untuk menyumbang kepentingan sarana-sarana ibadah, sarana umum, dan fasilitas sosial lainnya. Pada mulanya dia akan merasa berat mengeluarkan atau menginfakkan harat itu, karena memang sudah terbiasa denagtn kekikirannya, tetapi setelah dilatih atau dibiasakan, sedikit demi sedikit ia akan menjadi seorang pemurah atau dermawan.
Dapat dipahami bahwa mujahadat dan riyadhat merupakan cara tazkyatun nafs dalam upaya meningkatkan akhlak. Dalam upaya menyucikan jiwa dan membuatnya bersinar, keduanya saling bergandengan. misalnya ketika seorang terbiasa dengan bohong, mujahadat yang dilakukan adalah berjuang secara sungguh-sungguh untuk meninggalkan sifat bohong, sedangkan riyadhat yang dilakukan adalah selalu berkata benar disertai kejujuran.[8]
            Yang paling tahu tentang hati manusia adalah penciptaNya, yaitu Allah SWT.        Oleh karena itu, Dia pulalah yang paling tahu tentang bagaimana cara yang paling efektif untuk mensucikan hati manusia. Berikut ini dikemukakan beberapa sample atau contoh tazkiyatun nafs yang diambil dari Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW :
2)      Tazkiyatun nafs dengan ilmu, baik dengan cara mempelajarinya, mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain. Dengan peningkatan ilmu tentang ma'rifatullah akan mendorong manusia memohon ampunan atas dosanya, kelalaian. Dan kesalahannya, dan dengan ampunan atas dosa-dosanya maka hatinya menjadi bersih. Nabi bersabda, Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat-malaikat meletakan sayap-sayapnya karena senang kepada orang yang menuntut ilmu, dan sesungguhnya orang-orang yang berilmu akan dimohonkan ampunan untuknya oleh penghuni langit dan bumi sampai ikan yang ada di dalam air. (HR.Abu Daud dan Tirmizi'). Perhatikan sekali lagi hadist diatas, bahwa seluruh penghuni langit dan bumi, bahkan ikan didalam air semuanya memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang yang berilmu. Jadi ilmu akan mengatarkan manusia untuk mendapatkan ampunan, yang sekaligus merupakan tazkiyah dari Allah SWT.
3)      Iman, taqwa, siddiqul kalam, dan amal sholeh Iman, taqwa, siddiqul kalam, dan amal sholeh merupakan sarana tazkiyah yang paling efektif. Allah berfirman :'Hai orang-orang yang beriman, bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatanmu dan mengampuni dosa-dosamu.' ( QS.33:70)
   'sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik-baik akan mengahapus kesalahan-kesalahan' (QS.11:114)
4)      Iman dan jihad dangan harta jiwa 'hai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukan perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang sangat pedih ? yaitu kamu beriman kepada Allah dengan harta dan dirimu itulah yang lebih baik jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah Akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukan kemu kedalam syurga.' ( QS.61:10). Rasulullah SAW bersabda 'keberadaan seseorang kamu di jalan Allah lebih afdhol dari pada sholatnya dirumah selama tujuh puluh tahun. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampuni dosamu dan memasukan kamu ke dalam surga/ berperang atau berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang berjihad di jalan Allah sejenak saja pasti masuk surga.(HR.Tirmizi)
5)      Zakat, infak dan shdaqoh' Ambillah sebagian sari harta mereka (zakatnya) untuk membersihkan dan mensucikan mereka dengan zakat tersebut.' (QS.9:103)
'shadaqoh dapat menghapus dosa-dosa sep
erti air memadamkan api. Orang yang bertawkwa akan dijauhkan dari api neraka. Yaitu orang yang menjadi bersih.' (QS.62:16-17).
6)      Taubat, Istigfar dan do'a.  'Dan beristigfarlah kepada Rob-mu sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Sesungguhnya Allah membentangkan tengannya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat salah disiang hari. Dan dia membentangkan tangannya disiang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berbuat salah dimalam hari hingga matahari terbenam dari sebelah barat.' (HR.Muslim).
         Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti tauhid, shalat, wudlu, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.
Al- Ghazali menyatakan bahwa daya kalbu mampu mencapai pengetahuan melalui daya cita rasa dan kasyf.Sedangkan Ibn Khaldun menyatakan dalam muqadimat bahwa ruh kalbu itu di singgahi oleh ruh akal. Ruh akal secara substansi mampu mengetahui apa saja di alam amr, sebab ia berpotensi demikian.
Ada beberapa indikator yang bisa dijadikan acuan, sebagai bahan evaluasi apakah proses Tazkiyatun Nafs yang kita lakukan sudah berhasil atau belum. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1.        Iman bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
2.        Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat.
3.        Mampu menahan hawa nafsu, yangmendoronguntukmenghalalkan segala cara dan merampas hak orang lain.
4.        Mampu menghindarkan diri dari maksiat kepada Alloh. Sebaliknya melaksanakan ketaatan dalam segala bentuk persoalan.
5.        Menerima takdir Alloh dan tidak membencinya, diawali dengan usaha terbaik.
6.        Tidak pernah bosan beribadah kepada Alloh. Ber-dzikir saat bekerja, belajar dan lain sebagainya.
7.        Tidak pernah jenuh menghadapi godaan syetan. Dalam dirinya takut jatuh saat melangkah hidup, baik di tengah maupun akhir hidupnya.
8.        Kerjanya hanya berusaha mencari ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan hanya sebagai sarana untuk mencapai rido Alloh, bukan sebagai tujuan utama hidup.
9.        Mudah diberi nasehat, saat melakukan kesalahan.
10.    Tidak pernah berhenti berdoa, dan menyadari atas kelemahaan diri atas-Nya.
11.    Selalu bertaubat kepada Alloh atas kesalahan yang dilakukan selama beramal.
12.    Mampu menghindari diri dari pekerjaan sia-sia.
13.    Mengubah kejahatan dengan kebaikan.

Bagaimana cara untuk mewujudkan indikator di atas?, caranya adalah sebagai berikut:
1.      Memperkuat keimanan secara terus menerus
2.      Berusahan tidak melanggar perintah Alloh
3.      Memelihara dan waspada diri terhadap adzab Alloh
4.      Memelihara keikhlasan dan beribadah dan beramal
5.      Mengutamakan / konsentrasi akhirat
6.      Mengutamakan keridhoan Alloh atas segala-galanya.

2.4. Keurgensian Tazkiyatun Nafs
sebagai insan sosial, manusia mempunyai kekuatan lahir dan kekuatan batin manusia merupakan perangkat pemberian Tuhan baginya untuk mengemban tugas sebagai “kholifatulloh” atau “wakil Alloh SWT” di bumi. Tugas mulia yang dipercayakan Alloh SWT kepada manusia untuk mengatur kehidupan di dunia menurut konsepsi yang digariskan oleh Alloh SWT. Sebagaimana firman-NYA di dalam Al Qur’an:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya AKU hendak menjadikan kholifah di muka bumi”.
(QS. 2 – Al Baqoroh: 30)
Kekuatan lahiriyah, seperti yang kita maklumi adalah daya kemampuan yang kelihatan mata lahir atau yang dapat diperhitungkan oleh akal pikiran atau rasio. Akal pikiran atau rasio itu sendiripun tergolong kekuatan lahir. Betapapun besarnya kemampuan lahiriyah manusia, akan tetapi masih terbatas sekali apabila dibandingkan dengan kemampuan batin atau jiwa manusia. Kekuatan lahir hanya bisa berhubungan dengan alam lahir/alam nyata. Sedangkan kekuatan batin atau jiwa manusia dapat menembus alam ghaib, dapat menjelajahi alam metafisika, bahkan dapat mengadakan komunikasi dengan alam luar manusia, dengan alam jin dan alam malaikat, bahkan dapat beraudiensi dengan Tuhan Pencipta seluruh alam.
Pusat segala kegiatan manusia, baik kegiatan jasmani maupun rohani terletak di dalam hatinya. Hati manusia merupakan “Pusat Komando” dari segala macam gerak dan lakunya. Bahkan disamping sebagai Pusat Komando, sekaligus juga sebagai motor penggerak yang menggerakkan segala macam gerak-gerik dan tingkah laku manusia. Perbuatan baik maupun jahat, perbuatan yang menguntungkan ataupun yang merugikan, semua itu dikomando atau digerakkan oleh hati.
Di dalam hati manusia sama-sama bermarkas dua macam “dewan” yang berlainan pengaruh dan arahnya satu sama lain. Bahkan saling bertolak belakang dan saling berlawanan. Yang satu Dewan Perancang Kebaikan, dan satunya lag Dewan Perancang Kejahatan. Siapa diantara dua dewan itu yang dominan berkuasa di dalam hati, maka dialah yang memegang komando segala gerak dan perbuatan atau tindakan manusia. Adapun faktor pikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai macam perbendaharaan ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan, namun fungsinya hanya sebagai Dewan Pertimbangan, dan tidak memegang peranan yang menentukan.
Maka dalam hal ini Tazkiyyatun Nafs akan membawa dampak yang sangat besar kepada setiap insane karena apabila hati kita sudah tidak lagi bersih maka hati tersebut akan mudah dipenuhi rasa dan hal-hal kotor dan ketika hati kotor maka semua perbuatan kita juga akan mengarah pada perbuatan jelek dan menyimpang dari agama. Dan dalam hal ini Tazkiyyatun Nafs menjadi hal yang paling penting karena:
1.   Tazkiyyatun Nafs termasuk hal terpenting karena Tazkiyyatun Nafs  berfungsi membersihkan hati dari kotoran dan sifat-sifat kotor. Bukan Cuma itu saja Tazkiyyatun Nafs adalah sebuah cara penyucian hati dan jiwa yang dibawa oleh para Rasul as. Hal ini sebagaimana yang ALLAH ingatkan dalam firman-Nya berikut ini:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 129).
Di dalam beberapa ayat juga dijelaskan, antara lain pada surat Al-Baqarah [2] ayat 151, surat Ali Imran [3] ayat 164, surat Al-Jumu’a [62] ayat 2, dan surat An-Nazi’at [79] ayat 17 hingga 19.
Tazkiyyatun Nafsi yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:
Ø Tadzkiir    : Terhadap ayat-ayat Allah di setiap ufuk dan dalam diri manusia, terhadap perbuatan Allah atas ciptaan-Nya dan terhadap hukuman dan siksaanNya.
Ø Ta’liim     : Mempelajari Kitab dan Sunnah.
Ø Tazkiyyah : Membersihkan hati dan memperbaiki tingkah-laku.
2.      Tazkiyyatun Nafsi merupakan tujuan orang beriman. Allah SWT berfirman:
“… di dalamnya ada orang-orang yang cinta untuk senantiasa membersihkan dirinya …” (QS. At-Taubah 9: 108).
Di ayat lain Allah SWT juga berfirman:
“… dan sungguh akan kami selamatkan orang yang paling bertaqwa dari neraka, yaitu orang yang memberikan hartanya karena ingin mensucikan dirinya.” (QS. Al-Lail 92: 17-18).
3.      Tazkiyyatun Nafs merupakan parameter kebahagiaan atau kebinasaan.
Allah SWT berfirman:
“…sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syam 91: 9-10).
Dari ayat diatas kita tahu bahwa betapa pentingnya kesucian jiwa. Orang yang senantiasa menyucikan jiwa maka dia akan beruntung akan tetapi sebaliknya orang yang mengotori hati maka dia adalah orang yang rugi karena Tazkiyatun Nafs merupakn obat hati yang paling efektif untuk merubah hati menjadi hati yang dicintai oleh Allah.

2.5.  Aplikasi Tazkiyatun Nafs menurut Al-Quran dan Sunnah
Dengan makna sebagaimana diuraikan di atas, tazkiyatun nafs tidak sekadar bermakna penyucian jiwa dan sembarang penyucian jiwa menurut kehendak setiap orang. Tetapi tazkiyatun nafs harus dilakukan sesuai dengan cara-cara yang telah dituntunkan oleh agama Allah sebagaimana disampaikan oleh Rasul-Nya, Muhammad SAW.
Mengapa demikian? Karena tazkiyatun nafs adalah penyucian jiwa dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Yang Maha Suci dengan sifat Subbuh (Maha Suci dengan Segala Sifat Kesempurnaan-Nya) dan Quddus (Maha Suci dengan terhindarnya dari segala sifat kekurangan-Nya). Maka cara-cara melakukan tazkiyah pun harus memenuhi apa yang telah dituntunkan oleh Allah dan Rasulullah. Tazkiyatun Nafs, meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.      Tazkiyatud Din (mensucikan agama), yakni mensucikan jiwa dengan menegakkan aqidah shahihah (aqidah yang benar), al-tauhid al-khalish (tauihid yang murni dan bersih), ibadah yang benar, muamalah yang memuliakan kemanusiaan, dan akhlak yang karimah. Aqidah Shahihah dan al-Tauhidul Khalish adalah keyakinan dan keimanan yang kokoh, bersih dan lurus kepada Allah terhindar dari segal takhayul dan khurafat.
Ibadah shahihah adalah ibadah yang sesuai betul dengan ketentuan Al-Quran dan al-Sunnah, bebas dari segala bid'ah dhalalah. Yakni ibadah yang dilakukan selalu merujuk dan menggali dalil-dalilnya dari Al-Quran dan Al-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush shalih, yakni pemahaman Rasul, shahabat dan tabiin, serta generasi berikutnya yang setia kepada Al-Quran dan Al-Sunnah.
Muamalah yang benar adalah menjalankan pergaulan, prilaku dalam berhubungan dengan sesama manusia, seperti dalam jual beli, pinjam meminjam, hutang piutang, saling tolong menolong semuanya dilakukan sesuai dengan rambu-rambu Al-Quran dan Al-Sunnah, yakni bebas dari saling mendhalimi, bebas dari riba, eksploitasi sesama manusia dan sebagainya.
Akhlak Karimah adalah prilaku dalam berhubungan kepada Allah, sesama manusia dan kepada alam sekitar dengan nilai-nilai yang memuliakan manusia menurut ajaran Al-Quran dan Sunnah, yang di dalamnya terkandung sikap sopan dan santun, sikap hormat dan menghargai orang lain, sikap kasih sayang, sikap malu, sikap menjaga diri, dan sebagainya yang diajarkan oleh Allah dan Rasulullah.
2.      Tazkiyatul Mal (mensucikan harta), yakni mensucikan jiwa dengan membersihkan harta yang diperoleh, dengan memberikan sebagian kepada orang yang membutuhkan. Bahkan meyakini sebagaimana dituntunkan Allah dan Rasul-Nya, bahwa harta yang diperoleh dari usahanya adalah merupakan amanah dan titipan dari Allah, bukan miliknya secara hakiki. Karena keberhasilan usaha yang dilakukan atau pun kegagalan yang dialami adalah ketentuan dari Allah setelah menjalan perintah-Nya untuk bekerja keras. Maka Allah pun mengatakan bahwa pada sebagian harta yang diamanahkan kepada seseorang terdapat hak orang lain yang harus diberikan. (QS. Al-Maarij: 24-25) Penyaluran harta yang menjadi hak orang lain dalam Islam dapat melalui pembayaran zakat, infaq dan shadaqah, semuanya diberikan kepada orang yang berhak dan membutuhkan serta untuk keperluan kemasalahatan umum, seperti pembangunan tempat ibadah, tempat pendidikan dan penyantunan anak yatim dan orang-orang miskin.
3.      Tazkiyatul 'Amal wal Akhlak. Penyucian amal perbuatan dan akhlak (prilaku dan budi pekerti) yakni dengan menjaga segala pikiran, perkataan dan perbuatan kita dengan acuan Al-Quran dan Al-Sunnah, dan menjaganya dari hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Al-Quran dan Al-Sunnah.
Dengan demikian tazkiyatun Nafs adalah penyucian hati, penyucian jiwa agar seseorang menjadi dekat kepada Allah, berada dalam bimbingan dan tuntunan-Nya, yang dilaksanakan dengan merujuk kepada ajaran agama-Nya yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Tazkiyatun Nafs tidak bisa dilakukan dengan cara-cara semau gue, dan mengabaikan petunjuk Ilahi. Tazkyatun Nafs tidak dapat dilakukan dengan keyakinan yang dipenuh khurafat, amal ibadah yang dipenuh kebid'ahan dan akhlak yang menyimpang dari akhlak karimah.
Karena semua telah ditetap tata cara dan rambu-rambunya dalam risalah para Nabi dan Rasul Allah, maka tazkiyatun nafs adalah merupakan salah satu missi kenabian dan kerasulah setiap Nabi dan Rasul, termasuk dan terutama Rasulullah Muhammad SAW.

2.6. Nafsu dalam Pertumbuhan Psikologi dan Spiritualnya
Nafsu merupakan sesuatu yang sangat yang mampu merubah perjalanan dan tujuan utama manusia hidup karena setiap hari kadang kita berbuat atas kehendak nafsu. Dan untuk melakukan tazkiyatun nafs atau menyucikan diri kita harus bias mengetahui dan memerangi nafsu tersebut. Adapun nafsu yang selalu ada dalam diri manusia yaitu:
1)      Nafsu Amarah
Kepribadian amarah adalah keptibadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip – prinsip kenikmatan (pleasure princible).Ia menari kalbu manusia untuk melakukan perbuatan perbuatan yang rendah yang sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Firman Allah SWT :

ٳن ٲﻠﻨﻔﺱ ﻷﻤﺍ ﺭﺓ ﺒﺍ ﻠﻭﺀ ﺇﻻﻤﺍ ﺭﻴﻡ ﺭﺒﻲ
 “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyerukan pada perbuatan buruk, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhannku” [QS. Yusuf : 53] 
Kepribadian amarah adalah kepribadian di bawah sadar manusia. Sedangkan manusia yang berkepribadian amarah tidak saja merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak diri orang lain.
Keberadaannya di tentukan oleh dua daya yaitu:
1.  Daya syahwat yang selalu mengiginkan birahi, kesukaan diri, ingin tahu dan caampur tangan urusan orang lain. 
2.  Daya ghadab yang selalu mengiginkan tamak, serakah mencekal, berkelahi, ingin menguasai yang lain, keras kepala, sombong dan angkuh. 
Kepribadian ammarah dapat beranjak ke pribadian yang baik apabila ia telah di beri rahmat oleh Allah SWT. Kepribadian ammarah menuju ke tingkat kepribadian yang lebih baik hanya dapat mencapai satu tingkat dari tingkatan kepribadian yang ada yaitu lawwamah.ini diperlukan latihan khisus untuk menekan daya nafsu dari hawa seperti puasa, sholat, berdo`a.

2)      Nafsu Lawwamah.
Lawwamah berasal dari kata al–talum yang berarti al–taraddun (bimbang dan ragu-ragu). Dikatakan lawwamah karena sifatnya al-lawm yang berarti celaan kerena meninggalkan iman atau celaan karena berbuat maksiat dan meninggalkan ketaatan. Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu dia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal. Kepribadian lawwamah berada dalam kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah.
Firaman Allah SWT:
ﻭﻻ ﺃﻘﺴﻡ ﺒﺍ ﺃﻠﻨﻔﺱ ﺃﻭﺍﻤﺔ
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali “ [QS. Al-Qiyamah : 2]
Kepribadian lawwamah merupakan kepribadian yang di dominasi oleh komponen akal, komponen yang bernatur insaniah, akal mengikuti prinsip kerja rasionalistik dan realistic yang membawa manusia pada tingkat ke sadaran. Apabila akal di beri percikan nur kalbu maka fungsinya berubah menjadi baik. Al–Ghazali sendiri meskipun sangat mengutamakan pendekatan cita rasa, namun ia masih menggunakan kemampuan akal. Sedangkan menurut Ibn Sina, akal mampu mencapai pemahaman yang abstrak dan akal juga mampu mencapai akal mustafat. Karena kedudukannya yang tidak stabil ini maka Ibn Qayyim al–Jauziyah membagi kepribadian lawwamah menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Kepribadian Lawwamah malumah, Yaitu kepribadian lawwamah yang bodoh dan zalim.
b.      Kepribadian Lawwamah ghayr malumah, Yaitu kepribadian yang mencela atas perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk memperbaikinya.
              Dalam buku tazkiyatun nafs karangan Ibnu Rajab Al-Hambali dan kawan-kawan juga disebutkan bahwa nafs lawwamah ada dua yaitu tercela dan terpuji. yang pertama adalah nafs yang dungu dan menganiaya diri sendiri. Ia dicela oleh Allah dan para malaikat. sedangkan yang kedua adalah nafsu yang selalu mencela pemiliknya karena kekuragannya dalam ketaatan kepada Allah, padahal ia sudah berusaha sekuatnya.[9]

3)      Nafsu Mulhammah
Nafsu Mulhamah yaitu nafsu yang memperolrh ilham dari Allah SWT, dikaruniai ilmu pengetahuan.Ia telah dihiasi akhlak mahmudah (akhlak terpuji), dan ia merupakan sumber kesabaran, keuletan dan ketabahan. Pada tingkat ini nafsu itu telah terbuka kepada berbagai petunjuk (ilham) dari Allah SWT. Dengan itu pula seseorang telah memiliki sifat–sifat yang menunjukkan kepribadian yang kuat, sebagaimana yang di tunjukkan Allah SWT dalam surah as – Syams ayat 7-10: 
“Dalam jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya), maka Allah SWT mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (as – Syams ayat 7-10)
4)      Nafsu Muthma’innah
Kepribadian mutmainnah adalah kepribadian yang telah di beri kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat–sifat tercela dan tumbuh sifat–sifat yang baik.Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapat kesucian dan menghilangkan segala kotoranm sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya kepribadian ini sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya kepribadian ini sehingga ia di panggil oleh Allah SWT. Firman Allah SWT:

ﻴﺍ ﺃﻴﺘﻬﺍ ﺍﻠﻨﻔﺱ ﺃﻠﻤﻁﻤﺌﻨﺔ ﺇﺭﺠﻌﻲ ﺇﻟﻰ ﺭﺒﻙ ﺭﺍﻀﻴﺔ
“Hai kepribadian yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya.” [QS. AL – Fajr : 27-28] .
Kepribadian mutmainnah bersumber dari kalbu manusia, sebab hanya kalbu yang mampu merasakan thuma`ninah.Kepribadian muthmainnah merupakan kepribadian atas dasar atau supra kesadaran manusia.
Dikatakan demikian sebab kepribadian ini merasa tenag dalam meneriama keyakinan fitrah yang dihujamkan pada ruh manusia di alam arwah dan kediaman di legitimasi oleh wahyu illahi. Al- Ghazali menyatakan bahwa daya kalbu mampu mencapai pengetahuan melalui daya cita rasa dan kasyf. Sedangkan Ibn Khaldun menyatakan dalam muqadimat bahwa ruh kalbu itu di singgahi oleh ruh akal. Ruh akal secara substansi mampu mengetahui apa saja di alam amr, sebab ia berpotensi demikian.
Ada beberapa indikator yang bisa dijadikan acuan, sebagai bahan evaluasi apakah proses Tazkiyatun Nafs yang kita lakukan sudah berhasil atau belum. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Iman bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
2.      Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat.
3.      Mampu menahan hawa nafsu, yangmendoronguntukmenghalalkan segala cara dan merampas hak orang lain.
4.      Mampu menghindarkan diri dari maksiat kepada Alloh. Sebaliknya melaksanakan ketaatan dalam segala bentuk persoalan.
5.      Menerima takdir Alloh dan tidak membencinya, diawali dengan usaha terbaik.
6.      Tidak pernah bosan beribadah kepada Alloh. Ber-dzikir saat bekerja, belajar dan lain sebagainya.
7.      Tidak pernah jenuh menghadapi godaan syetan. Dalam dirinya takut jatuh saat melangkah hidup, baik di tengah maupun akhir hidupnya.
8.      Kerjanya hanya berusaha mencari ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan hanya sebagai sarana untuk mencapai rido Alloh, bukan sebagai tujuan utama hidup.
9.      Mudah diberi nasehat, saat melakukan kesalahan.
10.  Tidak pernah berhenti berdoa, dan menyadari atas kelemahaan diri atas-Nya.
11.  Selalu bertaubat kepada Alloh atas kesalahan yang dilakukan selama beramal.
12.  Mampu menghindari diri dari pekerjaan sia-sia.
13.  Mengubah kejahatan dengan kebaikan.

Bagaimana cara untuk mewujudkan indikator di atas? caranya adalah sebagai berikut:
1.      Memperkuat keimanan secara terus menerus
2.      Berusahan tidak melanggar perintah Alloh
3.      Memelihara dan waspada diri terhadap adzab Alloh
4.      Memelihara keikhlasan dan beribadah dan beramal
5.      Mengutamakan / konsentrasi akhirat
6.      Mengutamakan keridhoan Alloh atas segala-galanya.

2.7. Manfaat Tazkiatun nafs
Ø Iman bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
Ø Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat.
Ø Mampu menahan hawa nafsu, yang mendorong untuk menghalalkan segala cara dan merampas hak orang lain.
Ø Mampu menghindarkan diri dari maksiat kepada Alloh. Sebaliknya melaksanakan ketaatan dalam segala bentuk persoalan.
Ø Menerima takdir Alloh dan tidak membencinya, diawali dengan usaha terbaik.
Ø Tidak pernah bosan beribadah kepada Alloh. Ber-dzikir saat bekerja, belajar dan   lain sebagainya.
Ø Tidak pernah jenuh menghadapi godaan syetan. Dalam dirinya takut jatuh saat melangkah hidup, baik di tengah maupun akhir hidupnya.
Ø Kerjanya hanya berusaha mencari ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan hanya sebagai sarana untuk mencapai rido Alloh, bukan sebagai tujuan utama hidup.
Ø Mudah diberi nasehat, saat melakukan kesalahan.
Ø Tidak pernah berhenti berdoa, dan menyadari atas kelemahaan diri atas-Nya.
Ø Selalu bertaubat kepada Alloh atas kesalahan yang dilakukan selama beramal.
Ø Mampu menghindari diri dari pekerjaan sia-sia.
Ø Mengubah kejahatan dengan kebaikan.


2.8. Perbedaan antara Tazkiah al-nafs dengan Thaharah
            Thaharah berarti bersih (nadhlafah), suci (nazahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas) seperti tersebut di dalam al-qur’an:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri. (al-Baqarah/2;222)
            Menurut syara’, thaharah itu ialah mengangkat (menghilanhkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis.
Tazkiah al-nafs
Thaharah
Membersihkan kotoran hati dari sifat-sifat tercela (kotor rohani)
Membersihkan kotoran dari hadast dan najis (kotor jasmani).
Membersihkannya dengan ibadah ritual seperti zikir,sholat,dan istighfar.
Membersihkannya dengan  cara wudhu,mandi, dan tayamum.
Manfaatnya agar hati menjadi bersih dan berdampak pada sikap yang berakhlakul karimah.
Manfaatnya untuk terbebas dari segala macam kotoran dan najis supaya segala hubungan yang bersangkutan dengan ibadah khusus,seperti sholat diterima.
















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ø  Secara etimologis, Tazkiyatun nafs berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyatun dan An-nafs. Tazkiyah berasal dari akar kata (Zakaa Yazku-Zakaa & Zakatan) yang berarti Nama (baca; Tumbuh) dan Zada (baca;Bertambah). Zakaa juga bisa berarti Solaha (baca;baik) dan ia juga berarti Barokah (baca;banyak kebaikannya), disamping itu juga berarti Thaharoh / Suci bersih. Sedang bentuk kata Tazkiyah dari kata Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga menjadi Zakka-Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti menumbuhkan, mengembangkan, memperbaiki, membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi baik serta bertambah baik.
Ø  tujuan Tazkiyatun Nafs adalah ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ø  Dan tujuan khusus Tazkiyatun Nafs yaitu:
ü  pembentukan manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan seluruh aktivitas hidupnya bernilai ibadah.
ü  membentuk manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan dengan sesamanya, yang sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung jawabnya.
ü  membentuk manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari perilaku tercela yang membahayakan jiwa itu sendiri.
ü  memebentuk manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap Allah, diri sendiri maupun manusia sekitarnya.

Ø  Metode penyucian diri bias dilakukan dengan Dengan proses Takhalli dan dengan proses tahalli
Ø  Nafsu Dalam Pertumbuhan Psikologi dan Spiritualnya ada 4 yaitu: 1. Nafsu amarah 2. Nafsu lawwamah 3. Nafsu mulhamah 4. Nafsu mut’mainnah
Ø  Nafsu amarah adalah Kepribadian amarah adalah keptibadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip – prinsip kenikmatan (pleasure princible).
Ø  Nafsu lawwamah adalah Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu dia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal. Kepribadian lawwamah berada dalam kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah.
Ø  Nafsu mulhamah adalah nafsu yang memperolrh ilham dari Allah SWT, dikaruniai ilmu pengetahuan.Ia telah dihiasi akhlak mahmudah (akhlak terpuji), dan ia merupakan sumber kesabaran, keuletan dan ketabahan.
Ø  Nafsu mut’mainnah adalah adalah kepribadian yang telah di beri kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat–sifat tercela dan tumbuh sifat–sifat yang baik.Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapat kesucian dan menghilangkan segala kotoranm sehingga dirinya menjadi tenang.
Ø  Manfaat Tazkiatun nafs
ü Iman bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
ü Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat. Dll.

3.2. Saran
Mari kita menyucikan jiwa dan hati kita dari segala macam kejelekan dan sifat tercela agar hati kita selalu menjadi hati yang tenang dan tentram serta senantiasa taqwa dan dekat pada Allah karena Allah senang pada orang-orang yang taqwa dan senantiasa menyucikan hatinya.










DAFTAR PUSTAKA

Taufik. H. M. Pd.I. 2012. Tazkiyatun Nafs. Lumajang.
M. Solihin. 2003. Tasawuf Tematik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Al-Hambali, Ibnu Rajab, dkk. 2001. Tazkiyatun Nafs. Solo: Pustaka Arafah.
Nasution, Lahnuddin.1998.Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Ibnu Taimiyah, Islam, Syaikhul. 2010. Tazkiyatun Nafs: Darus Sunnah Press.



[1] H. taufik, tazkiyatun nafs. Hlm. 14.
[2] Ibid. hlm.15.
[3] Ibid. hlm. 15.
[4] Ibid. hlm. 15.
[5]  Solihin, Tasawuf Tematik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003)Hlm. 125-135.
[6]  Solihin, Tasawuf Tematik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003)Hlm. 145.
[7] H. taufik. Tazkiyatun nafs, hlm. 34-41.
[8] Ibid,. hlm. 190-191.
[9]  Ibnu Rajab Al-Hambali, dkk , Tazkiyatun Nafs, (Solo: Pustaka Arafah,2001) Hlm. 84-85.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar