MAKALAH
“TAZKIYATUN NAFS”
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliyah Ahlaq Tasawwuf yang
dibimbing oleh: H.
Taufik, M. Pd.I.
OLEH :
KELOMPOK 8
KELAS : B
ISBAT (18201201030072)
INNI
MAR’ATUN QONITA (18201201030077)
LAYYINAH (18201201030103)
IMROATUS
SOLEHAH (18201201030076)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2012-2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalmu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil alamin
segala puja dan puji syukur kami
haturkan kepada Allah SWT. yang
telah memberikan beberapa kenikmatan yang berupa Iman, Islam dan
kesehatan, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan judul Tazkiyatun Nafs.
Salawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Rasul yang terahir yang telah membawa kita
dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah yang penuh barakah ini.
Selanjutnya kami mengcapkan banyak
terima kasih kepada dosen pengampu yang terhormat bapak H. Taufik, M. Pd.I. yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Taklupa kami haturkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini ,
begitu juga kami mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan sehingga saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan.
Billahitaufiq Walhidayah
Summassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pamekasan,
3 November 2012
Penulis,
i
DAFTAR ISI
Kata
pengantar ……………………………………………………….. i
Daftar
isi ………………………………………………………………. ii
BAB I Pendahuluan ………………………………………………….. 1
1.1.
Latar belakang ………………………………………….… 1
1.2.
Rumusan masalah ……………………………………….. 1
1.3.
Tujuan penulisan ……………………………………….... 2
1.4.
Metode penulisan makalah ……………………………… 2
BAB
II Pembahasan ………………………………………………... 3
2.1.
Pengertian Tazkiyatun
Nafs
…………... …………..……. 3
2.2.
Tujuan Tazkiyatun Nafs …..…………………………..…. 7
2.3. Cara Penyucian An-Nafs .…………..….. ….……………. 9
2.4.
Keurgensian Tazkiyatun Nafs ……………………..…….. 13
2.5.
Aplikasi
Tazkiyatun Nafs menurut Al-Quran dan Sunnah. 16
2.6.
Nafsu dalam Pertumbuhan Psikologi dan
Spiritualnya…. .. 18
2.7.
Manfaat Tazkiatun nafs…………………………………... 22
2.8. Perbedaan antara Tazkiah al-nafs dengan Thaharah……. . 23
BAB
III Penutup ……………………………………………………. 24
3.1.
kesimpulan ……………………………………………….. 24
3.2.
saran …………………………………………………….… 25
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………… 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sesungguhnya pembentukan kepribadian
yang lurus, tidak akan sempurna tanda-tandanya, kecuali dengan pembersihan
jiwa. Yaitu penyucian lubuk hati manusia paling dalam. Seseorang yang tidak
kuasa membetulkan jiwa serta diri sendiri, niscaya tidak mampu melakukan hal
yang sama pada orang lain. Bagaimanapun jiwa manusia itu mempunyai pengaruh
serta dorogan-dorongan yang bisa mempengaruhi tingkah laku pembawaan seseorang.
Jiwa tersebut mempunyai godaan-godaan yang senantiasa bergerak, serta
gangguan-gangguan yang mengarah kepada kebimbangan, yang mengakibatkan
seseorang melakukan penyimpangan, kejahatan, kekejian, dan kemungkaran.
Sehingga bersuci dalam agama islam
tidak hanya meliputi jasmani tetapi juga rohani. Mensucikan hati dari segala macam kotoran
hati disebut Tazkiah. Seseorang dikaruniai hati yang bersih dan
suci saat dilahirkan ke dunia. Karena bebarapa faktor dan pengaruh membuat hati
seseorang menjadi kotor, seperti; pergaulan, dan lingkungan sekitar. Selain itu
bahwasannya setan selalu hadir dan membisikan keburukan pada hati manusia
seperti, iri, dengki, hasud, fitnah, kufur, tamak,dll. Oleh sebab itulah kita di wajibkan bertaubat kepada
allah dengan berbagai macam cara. Selain dengan proses pembersihan dari segala macam
kotoran hati, alangkah lebih baiknya di imbang
dengan menanamkan sifat-sifat terpuji ke dalam hati kita agar dapat
terbentu pribadi yang berakhlakul karimah.
Tazkiyyatun Nafs termasuk
hal terpenting yang dibawa oleh para Rasul as. Hal
ini sebagaimana yang Allah ingatkan dalam firman-Nya berikut ini: Ya Tuhan
kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al
Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 129).
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim sudah
sepatutnya meniru apa yang di ajarkan oleh baginda nabi besar Muhammad saw agar
hidup kita menjadi lebih baik di dunia maupun di akhirat.
1.2. Rumusan Masalah
a.
Apa
yang dimaksud dengan Tazkiyatun nafs?
b.
Bagaimana
metode penyucian an nafs dan cara penyuciannya?
c.
Bagaimana
nafsu dalam pertumbuhan psikologi dalam spiritualnya?
d.
Apa manfaat Tazkiah al-nafs?
e.
Apa Perbedaan Tazkiah al-nafs dengan Thaharah?
1.3. Tujuan
Tujuan pembuatan
makalah ini adalah memahami taskiyatun nafs serta masalah-masalah
yang terkait dengan Tazkiatun Nafs dan dalilnya serta mengetahui cara-cara menyucikan diri
dari sifat-sifat jelek dan kotoran-kotoran dalam diri manusia. Selain itu untuk
menambah wawasan, pengetahuan tentang fenomena-fenomena nyata
yang terjadi di sekitar kita.
1.4. Metode Pembuatan Makalah
Kami membaca bahan-bahan berupa buku-buku,
karya tulis, dan penelusuran melalui internet sesuai dengan materi-materi yang
terkait yang akan kami sajikan pada
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Tazkiyatun Nafs
Secara etimologis (bahasa), Tazkiyatun
nafs berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyat dan Nafs. Tazkiyah
berasal dari akar kata Zakka yang berarti penyucian[1]. Kata
ini hampir sama dengan Zakaa yang berarti Solaha (baik) dan ia
juga berarti Barokah (banyak kebaikannya), disamping itu juga berarti Thaharoh
/ Suci bersih. Sedang
bentuk kata Tazkiyah dari kata Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga
menjadi Zakka-Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti menumbuhkan, mengembangkan,
memperbaiki, membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi baik serta
bertambah baik.
Sedangkan an-nafs adalah jiwa yang dalam arti psikis berupa akal,
hati, nafsu dan roh yang keempat hal tersebut adalah esensi dari
manusia.[2]
Dengan demikian istilah tazkiyatun
nafs memiliki makna mensucikan, menguatkan dan mengembangkan jiwa sesuai dengan
potensi dasarnya (fitrah) takni potensi iman, islam, dan ihsan kepada Allah.
Sedangkan menurut istilah, suatu upaya pengkondisian spiritual agar jiwa
merasa tenang, tentram dan senang berdekatan dengan Allah (ibadah)[3]. Sedangkan menurut imam al-ghazali adalah
upaya penyucian jiwa seorang hamba agar terhindar dari sifat tercela.[4]Akan tetapi beberapa ulama berpendapat: Menurut Abul Qasim Husain bin Muhammad,
beliau lebih populer dikenal dengan Ragib Al-isfahani (wafat 502 H), beliau
mengatakan bahwa Tazkiyatun Nafs adalah upaya manusia untuk mensucikan jiwa
dan dirinya, sehingga ia mempunyai sifat terpuji pada dirinya di dunia
tentunya dan kelak di akhirat mendapatkan pahala dan balasan yang besar. Syeikh Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa Taziyatun
nafs adalah salah satu tugas utama para rasul, ia merupakan tujuan yang dicapai
oleh orang-orang bertaqwa. Dan selamat atau celakanya manusia
tergantung sikapnya terhadap Tazkiyatun nafs, apakah ia konsen terhadap
permasalahan yang satu ini, atau acuh tak acuh dengan hal ini.
Adapun
dalam buku tasawuf tematik di
sebutkan bahwa, tazkiyatun nafs esensinya cenderung pada pembicaraan soal jiwa (an-nafs). ada empat istilah yang berkaitan dengan
an-nafs yaitu al-qalb, ar-roh, an-nafs, dan al-aql. Al-Ghazali mengartikan
tazkiyatun nafs yaitu suatu proses penyucian jiwa manusia dari
kotoran-kotoran, baik kotoran lahir maupun batin.[5]
Berdasarkan makna itu pula
tazkiyatun nafsi bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yaitu fitrah tauhid, fitrah iman, islam, dan
ihsan, disertai dengan upaya menguatkan dan mengembangkan potensi tersebut
agar setiap orang selalu dekat kepada Allah,
menjalaknkan segal ajaran dan kehendak-Nya, dan menegakkan tugas dan misinya
seagai hamba dan khalifah-Nya di bumi.
Karena Tazkiyatun Nafs adalah proses
pembersihan jiwa dari akhbas (kotoran) serta memperbaiki jiwa, maka tazkiyatun nafs
dapat dilakukan dengan berbagai bentuk ibadah, perbuatan baik dan berbagai
amalan shalih serta langkah-langkah mujahadah.
Apabila semuanya itu dilakukan, maka akan menjadi bersih yang selanjutnya mempuyai pengaruh, dampak positif hasilnya pada prilaku, tingkah laku dan perkataan, pengaruh itu akan membekas pada lidah, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya. Buahnya yang paling nyata adalah perlakuanya yang baik terhadap Allah dan terhadap manusia juga makhluk lain serta makluk di muka bumi ini. Adabnya kepada Allah berupa komitmen melakukan seluruh kewajibannya kepada Allah dan menjahui segala bentuk prilaku dan perbuatan yang menyebabkan murka Allah, termasuk mengorbankan harta, jiwa dan raganya berjihad dijalan Allah.(Al-Mustakhlas fii Tazkiyatul Anfus, hal. 5-6)
Apabila semuanya itu dilakukan, maka akan menjadi bersih yang selanjutnya mempuyai pengaruh, dampak positif hasilnya pada prilaku, tingkah laku dan perkataan, pengaruh itu akan membekas pada lidah, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya. Buahnya yang paling nyata adalah perlakuanya yang baik terhadap Allah dan terhadap manusia juga makhluk lain serta makluk di muka bumi ini. Adabnya kepada Allah berupa komitmen melakukan seluruh kewajibannya kepada Allah dan menjahui segala bentuk prilaku dan perbuatan yang menyebabkan murka Allah, termasuk mengorbankan harta, jiwa dan raganya berjihad dijalan Allah.(Al-Mustakhlas fii Tazkiyatul Anfus, hal. 5-6)
Kalau
kita mengingat Rosululloh SAW, betapa
tepat dan bijaksananya. Beliau telah memberikan peringatan kepada kita dengan
sabdanya:
“Sesungguhnya
di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu
baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi
rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, yaitu hati.” (Hadits riwayat Imam
Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basyir ra)
Atas
dasar hadits tersebut di atas maka kemudian para Ulama Shufi mengatakan, antara
lain sebagai berikut:
“Membersihkan
jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib.” (Kitab Kifayatul
Atqiya)
Wajib
disini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang dalam rangka upaya
mencapai hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir dan batin, dunia dan
akhirat. Tazkiyatun-nafs atau membersihkan hati, maksudnya membebaskan hati dari
pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipu daya untuk
menguasai hati manusia. Di dalam Kitab Suci Al Qur’an diterangkan pernyataan
Nabi Yusuf as. tentang tekad beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya
nafsu, sebagai berikut:
“Dan
tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rohmat oleh
Tuhanku.” (QS. 12 – Yusuf: 53)
Membersihkan hati, istilah yang populer
sekarang operasi mental. “Operasi Mental” yang dialami oleh Rosulullah
SAW, ketika akan menjalani Isro’-Mi’roj merupakan tuntunan nyata yang
harus diikuti oleh para umat. Bahkan oleh setiap insan yang hidup di dunia ini.
Berkat adanya operasi tesebut, dimana kotoran-kotoran yang terdapat di dalam
hati Rosululloh SAW dikeluarkan dan kemudian dimasukkannya iman, islam, ihsan,
amanah dan kejujuran, maka segala gangguan dan godaan yang dialami dalam
perjalanan Isro’ dan Mi’roj, semua dapat diatasi dengan
sempurna dan sukses menghadap ke Hadlrot Alloh SWT untuk menerima tugas-tugas
yang harus dilaksanakan para umat, termasuk sholat lima waktu dalam sehari
semalam.
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh oleh umat
masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui pengajaran dan
pendidikan, lewat sistem dakwah dan penerangan-penerangan agama, menggunakan
media massa, surat-surat kabar dan majalah, radio, televisi dan buku-buku,
melalui perkumpulan, organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk
pergaulan hidup lainnya. Bahkan ada yang menempuh dengan riyadloh-riyadloh
badaniyah dan latihan-latihan kejiwaaan atau kerohanian. Masing-masing
dengan metode dan sistematika yang berbeda-beda.
Secara
umum operasi mental tesebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada
prinsip penanaman pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa
tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam prakteknya tidak semudah
itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum memberi jaminan akan
tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih terbebas dari pengaruh-pengaruh
nafsu yang menjadi sarang yang subur bagi bercokolnya Dewan Perancang
Kejahatan seperti tersebut di atas.
Jadi Tazkiyatun nafs pada hakikatnya adalah proses pembersihan jiwa dan hati
dari berbagai dosa dan sifat-sifat tercela yang mengotorinya, dan
selanjutnya peningkatan kwalitas jiwa dan hati tersebut dengan mengembangkan
sifat-sifat terpuji yang diridhai Allah Swt, serta potensi-potensi positifnya
dengan mujahadah, ibadah dan berbagai perbuatan baik lainnya, sehingga hati dan
jiwa menjadi bersih dan baik serta berkwalitas. Yang selanjutnya menjadikannya
mempuyai sifat-sifat dan prilaku yang baik dan terpuji. Bukan Cuma itu saja Allah
berfirman dalam Al-Qur’an.
(Allah) yang mengutus untuk seluruh
bangsa seorang Rasul dari antara mereka untuk membacakan ayat-ayat kepada
mereka, mentazkiyah mereka, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah" (QS.
Al-Jum'ah: 2)
Ayat
di atas menunjukkan bahwa tazkiyatun nafs, merupaka salah satu missi semua Nabi
dan Rasul, khusus Rasulullah Muhammad SAW, di samping menyampaikan
ajaran-ajaran Allah. Islam mengakui bahwa pada dasarnya manusia lahir dalam
keadaan suci, yakni suci dari segala kotoran dan dosa. Yang ada pada bayi yang
lahir itu adalah fitrah, yakni potensi beriman, berislam dan berihsan kepada
Allah dengan mentauhidkan-Nya.
Dengan tazkiyatun nafs, seseorang
dibawa kepada kualitas jiwa yang prima sebagai hamba Allah, sekaligus prima
sebagai khalifah Allah. Artinya dengan tazkiyatun nafs, seseorang menjadi Ahlul
Ibadah, yakni orang yang selalu taat beribadah kepada Allah dengan
cara-cara yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta menjadi Khalifah,
yakni kecerdasan dalam missi memimpin, mengelola dan memakmurkan bumi dan
seisinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Allah untuk kerahmatan bagi
semua makhluk.
2.2.
Tujuan Tazkiyatun Nafs
Hal ini sebagaimana yang Allah ingatkan dalam firman-Nya
berikut ini:
“Ya
Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al
Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (surah al-Baqarah; 2:129).
Di dalam beberapa ayat juga dijelaskan, antara lain pada
surat Al-Baqarah [2] ayat 151, surat Ali Imran [3] ayat 164, surat Al-Jumu’a
[62] ayat 2, dan surat An-Nazi’at [79] ayat 17 hingga 19.
Tazkiyyatun Nafs yang dibawa oleh para Rasul ini adalah
melalui:
Ø Tadzkiir : Terhadap ayat-ayat Allah di setiap ufuk dan dalam diri
manusia, terhadap perbuatan Allah atas ciptaan-Nya dan terhadap hukuman dan
siksaan-Nya.
Ø Ta’lim : Mempelajari Kitab dan Sunnah.
Ø Tazkiyyah : Membersihkan hati dan memperbaiki tingkah-laku.
Dan tujuan Tazkiyatun Nafs adalah ketakwaan
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya, takwa hanya dapat
terwujud melalui pembersihan serta penyucian jiwa. Sementara, kebersihan jiwa
juga tidak dapat terjadi tanpa takwa. Jadi keduanya saling terkait dan saling
membutuhkan. Itulah mengapa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَاسَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
Demi
jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang
menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams 91 : 7-10)
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa
seseorang dapat membersihkan jiwanya melalui ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa
Jalla.
Begitu pula firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
فَلاَ تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ
أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Maka
janganlah kamu menganggap dirimu suci.Allah lebih mengetahui tentang siapa yang
bertakwa. (QS.
An-Najm 53: 32)
Serta firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
وَسَيُجَنَّبُهَا اْلأَتْقَى .
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى
Dan
orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang yang
menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail 92: 17-18).
Kedua ayat ini menjelaskan bahwa
pembersihan jiwa pada hakikatnya adalah ketakwaan kepada Allah.Dan memang
tujuannya adalah ketakwaan kepada Allah.
Di sini perlu juga difahami dengan
baik sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
اَللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا،
وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا. رواه
مسلم
Ya
Allah! Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku, bersihkanlah ia, Engkau adalah
sebaik-baik yang membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa dan Pemiliknya. (HR. Muslim.)
Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah maksud diciptakannya manusia. Yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah saja.
Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah maksud diciptakannya manusia. Yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah saja.
Allah berfirman:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ
إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
Aku
tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu saja. (QS. Adz-Dzaariyaat 51 : 56)
Tujuan tazkiyatun nafs tidak lepas
dari tujuan hidup manusia itu sendiri, yakni untuk mendapatkan kebahagiaan
jasmani maupun rohani, material maupun spiritual, dan duniawi maupun ukhrawi.
Kesempurnaan itu akan diperoleh manusia jika berbagai sarana yang menuju ke
arah itu dapat dipenuhi. berbagai hambatan yang menghalangi tujuan kesempurnaan
jiwa itu harus disingkirkan. Adapun yang menghalangi kesempurnaan jiwa itu
adalah kotoran atau noda yang ditorehkan oleh sifat-sifat jelek yang
melekat pada jiwa manusia. Tujuan
khusus tazkiyatun nafs dijabarkan oleh Al-Ghazali dalam
Ihya’ Ulum Ad-Din.
a.
pembentukan
manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan seluruh
aktivitas hidupnya bernilai ibadah.
b.
membentuk
manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan dengan sesamanya,
yang sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung jawabnya.
c.
membentuk
manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari perilaku tercela yang
membahayakan jiwa itu sendiri.
d.
memebentuk
manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap Allah, diri
sendiri maupun manusia sekitarnya.[6]
2.3. Cara Penyucian An-Nafs
Tazkiyatun
Nafs , baik dalam artian mensucikan hati, membersihkan diri serta prilaku
dari sifat negatif atas dalam artian meningkatkan kualitas diri yang
dihiasi dengan ahlak-ahlak mulia dan terpuji dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai sarana (wasail). Agar sarana / proses penyucian berjalan dengan
sempurna, kita bisa melakukannya dengan 2 macam cara, yaitu proses takhalli dan
proses tahalli.[7] :
1. Dengan proses Takhalli (pembersihan dari penyakit hati)
yaitu
membersihkan dan membebaskan diri dari berbagai kotoran hati dari berbagai dosa
dengan bertaubat dan beristigfar. Dan menjauhkan diri serta membebaskannya dari
perbuatan dan sifat-sifat negatif atau tercela. Dengan meninggalkan dan
menajahui perbuatan tersebut seperti bohong, khianat, dengki, fasik, nifak,
takabur, ghibah , namimah, dan berbagai sifat tercela lainnya.
2. Dengan Proses Tahalli (pengisian sifat terpuji)
yaitu
membekali, membiasakan, dan menghiasi diri dengan berbagai perbuatan baik dan
positif, seperti taubat, sabar, Al-Raja’, faqr, zuhud, wara’, peningkatan ilmu,
iman, takwa, ibadah, zikir, do'a, tilawah, tadabur Al-Quran dan lain sebagainya.
Juga dapat dilakukan dengan menumbuhkan membiasakan sifat-sifat terpuji seperti
siddiq, jujur, amanah, tawadhu, kidmah dan seterusnya. Sehingga kelak
sifat-sifat tersebut menjadi kebiasaan dari ahklaknya dalam kehidupan
sehari-hari.
Dan setelah kita mengetahui proses
dari tazkiyatun nafs, selanjutnya kita gunakan metode (cara) untuk
menyempurnakan tazkiyat yang kita lakukan. Yaitu dengan cara mujahadah dan
riyadahDan beberapa tokoh lain memberikan istilah lain, tentang cara kita
menyucikan diri atau jiwa. Dan istilah tersebut yaitu:
1.
Mujahadhah
Istilah mujahadat berasal dari kata
“jahada”, satu rumpun dengan “ijtahada”, yang berarti berusaha keras, atau
penuh kesungguhan hati dan perilaku dengan penuh ketekunan. menurut Al-Ghazali,
mujahadat berada dibawah norma-norma syariat dan akal. Sebagai contoh untuk
mujahadat ini misalnya seseorang yang terbiasa ghibah, maka mulutnya
seolah-olah gatal bila tidak melakukannya. Mujahadat yang dilakukan disini
adalah dengan menahan dengan sekuat hati untuk tidak membicarakan kejelekan
orang lain. Apalagi membicarakan orang lain itu dalam syariat dilarang, dan
menurut akal itu juga tidak baik. Bahkan, logis kalau dibukakan aibnya di depan
orang lain.
2.
Riyadhat
Adapun riyadhat disini adalah
pembebanan diri dengan membiasakan melatih suatu perbuatan yang pada fase awal
yang merupakan beban yang sangat berat dan pada fase akhir menjadi sebuah
karakter menjadi sebuah karakter atau kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan itu
menjadi tertanam kuat. Sebagai contoh dari riyadhat ini, misalnya seseorang
yang telah terbiasa dengan sifat kikir, dapat menghilangkan sifat kikir itu
dengan melatih diri untuk menyumbang kepentingan sarana-sarana ibadah, sarana
umum, dan fasilitas sosial lainnya. Pada mulanya dia akan merasa berat
mengeluarkan atau menginfakkan harat itu, karena memang sudah terbiasa denagtn
kekikirannya, tetapi setelah dilatih atau dibiasakan, sedikit demi sedikit ia
akan menjadi seorang pemurah atau dermawan.
Dapat dipahami bahwa mujahadat dan
riyadhat merupakan cara tazkyatun nafs dalam upaya meningkatkan akhlak. Dalam
upaya menyucikan jiwa dan membuatnya bersinar, keduanya saling bergandengan.
misalnya ketika seorang terbiasa dengan bohong, mujahadat yang dilakukan adalah
berjuang secara sungguh-sungguh untuk meninggalkan sifat bohong, sedangkan
riyadhat yang dilakukan adalah selalu berkata benar disertai kejujuran.[8]
Yang paling tahu tentang hati
manusia adalah penciptaNya, yaitu Allah SWT. Oleh karena
itu, Dia pulalah yang paling tahu tentang bagaimana cara yang paling efektif
untuk mensucikan hati manusia. Berikut ini dikemukakan beberapa sample atau
contoh tazkiyatun nafs yang diambil dari Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW :
2)
Tazkiyatun nafs dengan ilmu, baik dengan cara mempelajarinya,
mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain. Dengan peningkatan ilmu
tentang ma'rifatullah akan mendorong manusia memohon ampunan atas dosanya,
kelalaian. Dan kesalahannya, dan dengan ampunan atas dosa-dosanya maka hatinya
menjadi bersih. Nabi bersabda, Barang siapa yang
menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya
malaikat-malaikat meletakan sayap-sayapnya karena senang kepada orang yang
menuntut ilmu, dan sesungguhnya orang-orang yang berilmu akan dimohonkan
ampunan untuknya oleh penghuni langit dan bumi sampai ikan yang ada di dalam air. (HR.Abu Daud dan Tirmizi'). Perhatikan sekali
lagi hadist diatas, bahwa seluruh penghuni langit dan bumi, bahkan ikan didalam
air semuanya memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang yang berilmu. Jadi ilmu
akan mengatarkan manusia untuk mendapatkan ampunan, yang sekaligus merupakan
tazkiyah dari Allah SWT.
3)
Iman, taqwa, siddiqul kalam, dan amal sholeh Iman, taqwa, siddiqul kalam, dan amal sholeh
merupakan sarana tazkiyah yang paling efektif. Allah berfirman :'Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memperbaiki
amal-amal perbuatanmu dan mengampuni dosa-dosamu.' ( QS.33:70)
'sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik-baik akan mengahapus kesalahan-kesalahan'
(QS.11:114)
4)
Iman dan jihad dangan harta jiwa 'hai orang-orang yang beriman, maukah kamu
aku tunjukan perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang sangat
pedih ? yaitu kamu beriman kepada Allah dengan harta dan dirimu itulah yang
lebih baik jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah Akan mengampuni dosa-dosamu
dan memasukan kemu kedalam syurga.' ( QS.61:10). Rasulullah SAW bersabda 'keberadaan seseorang kamu di jalan Allah lebih afdhol dari pada
sholatnya dirumah selama tujuh puluh tahun. Apakah kamu tidak ingin Allah
mengampuni dosamu dan memasukan kamu ke dalam surga/ berperang atau berjihad di
jalan Allah. Barang siapa yang berjihad di jalan Allah sejenak saja pasti masuk
surga.(HR.Tirmizi)
5)
Zakat, infak dan shdaqoh' Ambillah sebagian sari harta mereka
(zakatnya) untuk membersihkan dan mensucikan mereka dengan
zakat tersebut.' (QS.9:103)
'shadaqoh dapat menghapus dosa-dosa seperti air memadamkan api. Orang yang bertawkwa akan dijauhkan dari api neraka. Yaitu orang yang menjadi bersih.' (QS.62:16-17).
'shadaqoh dapat menghapus dosa-dosa seperti air memadamkan api. Orang yang bertawkwa akan dijauhkan dari api neraka. Yaitu orang yang menjadi bersih.' (QS.62:16-17).
6)
Taubat, Istigfar dan do'a. 'Dan beristigfarlah kepada Rob-mu
sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Sesungguhnya Allah membentangkan tengannya
pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat salah disiang hari.
Dan dia membentangkan tangannya disiang hari untuk menerima taubat orang-orang
yang berbuat salah dimalam hari hingga matahari terbenam dari sebelah barat.'
(HR.Muslim).
Sesungguhnya
rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas
tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari
ibadah-ibadah seperti tauhid, shalat, wudlu, shaum, zakat, haji dan lain-lain
itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.
Al- Ghazali menyatakan bahwa daya
kalbu mampu mencapai pengetahuan melalui daya cita rasa dan kasyf.Sedangkan Ibn
Khaldun menyatakan dalam muqadimat bahwa ruh kalbu itu di singgahi oleh ruh
akal. Ruh akal secara substansi mampu mengetahui apa saja di alam amr, sebab ia
berpotensi demikian.
Ada beberapa indikator yang bisa
dijadikan acuan, sebagai bahan evaluasi apakah proses Tazkiyatun Nafs yang kita
lakukan sudah berhasil atau belum. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Iman
bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan
kebatilan.
2.
Tumbuh
semangat beramal shaleh di tengah masyarakat.
3.
Mampu
menahan hawa nafsu, yangmendoronguntukmenghalalkan segala cara dan merampas hak
orang lain.
4.
Mampu
menghindarkan diri dari maksiat kepada Alloh. Sebaliknya melaksanakan ketaatan
dalam segala bentuk persoalan.
5.
Menerima
takdir Alloh dan tidak membencinya, diawali dengan usaha terbaik.
6.
Tidak
pernah bosan beribadah kepada Alloh. Ber-dzikir saat bekerja, belajar dan lain
sebagainya.
7.
Tidak
pernah jenuh menghadapi godaan syetan. Dalam dirinya takut jatuh saat melangkah
hidup, baik di tengah maupun akhir hidupnya.
8.
Kerjanya
hanya berusaha mencari ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan hanya sebagai sarana
untuk mencapai rido Alloh, bukan sebagai tujuan utama hidup.
9.
Mudah
diberi nasehat, saat melakukan kesalahan.
10. Tidak pernah berhenti berdoa, dan
menyadari atas kelemahaan diri atas-Nya.
11. Selalu bertaubat kepada Alloh atas
kesalahan yang dilakukan selama beramal.
12. Mampu menghindari diri dari
pekerjaan sia-sia.
13. Mengubah kejahatan dengan kebaikan.
Bagaimana cara untuk mewujudkan indikator di atas?, caranya
adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat keimanan secara terus
menerus
2. Berusahan tidak melanggar perintah
Alloh
3. Memelihara dan waspada diri terhadap
adzab Alloh
4. Memelihara keikhlasan dan beribadah
dan beramal
5. Mengutamakan / konsentrasi akhirat
6. Mengutamakan keridhoan Alloh atas
segala-galanya.
2.4. Keurgensian
Tazkiyatun Nafs
sebagai insan
sosial, manusia mempunyai kekuatan lahir dan kekuatan batin manusia merupakan
perangkat pemberian Tuhan baginya untuk mengemban tugas sebagai “kholifatulloh”
atau “wakil Alloh SWT” di bumi. Tugas mulia yang dipercayakan Alloh
SWT kepada manusia untuk mengatur kehidupan di dunia menurut konsepsi yang
digariskan oleh Alloh SWT. Sebagaimana firman-NYA di dalam Al Qur’an:
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat: “Sesungguhnya AKU hendak menjadikan kholifah di muka bumi”.
(QS. 2 – Al Baqoroh: 30)
Kekuatan
lahiriyah, seperti yang kita maklumi adalah daya kemampuan yang kelihatan mata
lahir atau yang dapat diperhitungkan oleh akal pikiran atau rasio. Akal pikiran
atau rasio itu sendiripun tergolong kekuatan lahir. Betapapun besarnya
kemampuan lahiriyah manusia, akan tetapi masih terbatas sekali apabila
dibandingkan dengan kemampuan batin atau jiwa manusia. Kekuatan lahir hanya
bisa berhubungan dengan alam lahir/alam nyata. Sedangkan kekuatan batin atau
jiwa manusia dapat menembus alam ghaib, dapat menjelajahi alam metafisika,
bahkan dapat mengadakan komunikasi dengan alam luar manusia, dengan alam jin
dan alam malaikat, bahkan dapat beraudiensi dengan Tuhan Pencipta seluruh alam.
Pusat segala
kegiatan manusia, baik kegiatan jasmani maupun rohani terletak di dalam
hatinya. Hati manusia merupakan “Pusat Komando” dari segala macam
gerak dan lakunya. Bahkan disamping sebagai Pusat Komando, sekaligus juga
sebagai motor penggerak yang menggerakkan segala macam gerak-gerik dan tingkah
laku manusia. Perbuatan baik maupun jahat, perbuatan yang menguntungkan ataupun
yang merugikan, semua itu dikomando atau digerakkan oleh hati.
Di dalam hati
manusia sama-sama bermarkas dua macam “dewan” yang berlainan pengaruh
dan arahnya satu sama lain. Bahkan saling bertolak belakang dan saling
berlawanan. Yang satu Dewan Perancang Kebaikan, dan satunya lag Dewan
Perancang Kejahatan. Siapa diantara dua dewan itu yang dominan berkuasa di
dalam hati, maka dialah yang memegang komando segala gerak dan perbuatan atau
tindakan manusia. Adapun faktor pikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai
macam perbendaharaan ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan, namun fungsinya
hanya sebagai Dewan Pertimbangan, dan tidak memegang peranan yang
menentukan.
Maka dalam hal
ini Tazkiyyatun Nafs akan membawa dampak yang sangat besar kepada setiap insane
karena apabila hati kita sudah tidak lagi bersih maka hati tersebut akan mudah
dipenuhi rasa dan hal-hal kotor dan ketika hati kotor maka semua perbuatan kita
juga akan mengarah pada perbuatan jelek dan menyimpang dari agama. Dan dalam
hal ini Tazkiyyatun Nafs menjadi hal yang paling penting karena:
1.
Tazkiyyatun
Nafs termasuk hal terpenting karena Tazkiyyatun Nafs berfungsi membersihkan hati dari kotoran dan sifat-sifat
kotor. Bukan Cuma itu saja Tazkiyyatun Nafs adalah sebuah cara penyucian hati
dan jiwa yang dibawa oleh para Rasul as. Hal ini sebagaimana yang ALLAH
ingatkan dalam firman-Nya berikut ini:
“Ya Tuhan kami, utuslah
untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 129).
Di dalam beberapa ayat juga
dijelaskan, antara lain pada surat Al-Baqarah [2] ayat 151, surat Ali Imran [3]
ayat 164, surat Al-Jumu’a [62] ayat 2, dan surat An-Nazi’at [79] ayat 17 hingga
19.
Tazkiyyatun Nafsi yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:
Tazkiyyatun Nafsi yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:
Ø Tadzkiir : Terhadap ayat-ayat Allah di
setiap ufuk dan dalam diri manusia, terhadap perbuatan Allah atas ciptaan-Nya dan
terhadap hukuman dan siksaanNya.
Ø Ta’liim : Mempelajari Kitab dan
Sunnah.
Ø Tazkiyyah :
Membersihkan hati dan memperbaiki tingkah-laku.
2.
Tazkiyyatun Nafsi merupakan tujuan orang
beriman. Allah SWT berfirman:
“… di dalamnya ada orang-orang yang cinta
untuk senantiasa membersihkan dirinya …” (QS. At-Taubah 9: 108).
Di
ayat lain Allah SWT juga berfirman:
“… dan sungguh akan kami selamatkan orang
yang paling bertaqwa dari neraka, yaitu orang yang memberikan hartanya karena
ingin mensucikan dirinya.” (QS. Al-Lail 92: 17-18).
3.
Tazkiyyatun Nafs merupakan parameter
kebahagiaan atau kebinasaan.
Allah SWT berfirman:
“…sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
(QS. Asy-Syam 91: 9-10).
Dari ayat diatas kita tahu
bahwa betapa pentingnya kesucian jiwa. Orang yang senantiasa menyucikan jiwa
maka dia akan beruntung akan tetapi sebaliknya orang yang mengotori hati maka
dia adalah orang yang rugi karena Tazkiyatun Nafs merupakn obat hati yang
paling efektif untuk merubah hati menjadi hati yang dicintai oleh Allah.
2.5. Aplikasi Tazkiyatun Nafs menurut Al-Quran dan
Sunnah
Dengan makna sebagaimana diuraikan di atas, tazkiyatun nafs
tidak sekadar bermakna penyucian jiwa dan sembarang penyucian jiwa menurut
kehendak setiap orang. Tetapi tazkiyatun nafs harus dilakukan sesuai dengan
cara-cara yang telah dituntunkan oleh agama Allah sebagaimana disampaikan oleh
Rasul-Nya, Muhammad SAW.
Mengapa demikian? Karena tazkiyatun nafs adalah penyucian
jiwa dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Yang Maha Suci
dengan sifat Subbuh (Maha Suci dengan Segala Sifat Kesempurnaan-Nya) dan Quddus
(Maha Suci dengan terhindarnya dari segala sifat kekurangan-Nya). Maka
cara-cara melakukan tazkiyah pun harus memenuhi apa yang telah dituntunkan oleh
Allah dan Rasulullah. Tazkiyatun Nafs, meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Tazkiyatud Din (mensucikan agama),
yakni mensucikan jiwa dengan menegakkan aqidah shahihah (aqidah yang benar),
al-tauhid al-khalish (tauihid yang murni dan bersih), ibadah yang benar,
muamalah yang memuliakan kemanusiaan, dan akhlak yang karimah. Aqidah Shahihah
dan al-Tauhidul Khalish adalah keyakinan dan keimanan yang kokoh, bersih dan
lurus kepada Allah terhindar dari segal takhayul dan khurafat.
Ibadah shahihah adalah ibadah yang sesuai betul dengan
ketentuan Al-Quran dan al-Sunnah, bebas dari segala bid'ah dhalalah. Yakni
ibadah yang dilakukan selalu merujuk dan menggali dalil-dalilnya dari Al-Quran
dan Al-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush shalih, yakni pemahaman Rasul,
shahabat dan tabiin, serta generasi berikutnya yang setia kepada Al-Quran dan
Al-Sunnah.
Muamalah yang benar adalah menjalankan pergaulan, prilaku
dalam berhubungan dengan sesama manusia, seperti dalam jual beli, pinjam
meminjam, hutang piutang, saling tolong menolong semuanya dilakukan sesuai
dengan rambu-rambu Al-Quran dan Al-Sunnah, yakni bebas dari saling mendhalimi,
bebas dari riba, eksploitasi sesama manusia dan sebagainya.
Akhlak Karimah adalah prilaku dalam berhubungan kepada
Allah, sesama manusia dan kepada alam sekitar dengan nilai-nilai yang
memuliakan manusia menurut ajaran Al-Quran dan Sunnah, yang di dalamnya
terkandung sikap sopan dan santun, sikap hormat dan menghargai orang lain,
sikap kasih sayang, sikap malu, sikap menjaga diri, dan sebagainya yang
diajarkan oleh Allah dan Rasulullah.
2. Tazkiyatul Mal (mensucikan harta),
yakni mensucikan jiwa dengan membersihkan harta yang diperoleh, dengan
memberikan sebagian kepada orang yang membutuhkan. Bahkan meyakini sebagaimana
dituntunkan Allah dan Rasul-Nya, bahwa harta yang diperoleh dari usahanya
adalah merupakan amanah dan titipan dari Allah, bukan miliknya secara hakiki.
Karena keberhasilan usaha yang dilakukan atau pun kegagalan yang dialami adalah
ketentuan dari Allah setelah menjalan perintah-Nya untuk bekerja keras. Maka
Allah pun mengatakan bahwa pada sebagian harta yang diamanahkan kepada
seseorang terdapat hak orang lain yang harus diberikan. (QS. Al-Maarij: 24-25)
Penyaluran harta yang menjadi hak orang lain dalam Islam dapat melalui
pembayaran zakat, infaq dan shadaqah, semuanya diberikan kepada orang yang
berhak dan membutuhkan serta untuk keperluan kemasalahatan umum, seperti
pembangunan tempat ibadah, tempat pendidikan dan penyantunan anak yatim dan
orang-orang miskin.
3. Tazkiyatul 'Amal wal Akhlak.
Penyucian amal perbuatan dan akhlak (prilaku dan budi pekerti) yakni dengan menjaga
segala pikiran, perkataan dan perbuatan kita dengan acuan Al-Quran dan
Al-Sunnah, dan menjaganya dari hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
Al-Quran dan Al-Sunnah.
Dengan demikian tazkiyatun Nafs adalah penyucian hati,
penyucian jiwa agar seseorang menjadi dekat kepada Allah, berada dalam
bimbingan dan tuntunan-Nya, yang dilaksanakan dengan merujuk kepada ajaran
agama-Nya yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Tazkiyatun Nafs tidak
bisa dilakukan dengan cara-cara semau gue, dan mengabaikan petunjuk Ilahi.
Tazkyatun Nafs tidak dapat dilakukan dengan keyakinan yang dipenuh khurafat,
amal ibadah yang dipenuh kebid'ahan dan akhlak yang menyimpang dari akhlak
karimah.
Karena semua telah ditetap tata cara dan rambu-rambunya
dalam risalah para Nabi dan Rasul Allah, maka tazkiyatun nafs adalah merupakan
salah satu missi kenabian dan kerasulah setiap Nabi dan Rasul, termasuk dan
terutama Rasulullah Muhammad SAW.
2.6.
Nafsu dalam Pertumbuhan Psikologi dan Spiritualnya
Nafsu merupakan sesuatu yang sangat yang mampu merubah
perjalanan dan tujuan utama manusia hidup karena setiap hari kadang kita
berbuat atas kehendak nafsu. Dan untuk melakukan tazkiyatun nafs atau menyucikan
diri kita harus bias mengetahui dan memerangi nafsu tersebut. Adapun nafsu yang
selalu ada dalam diri manusia yaitu:
1) Nafsu
Amarah
Kepribadian amarah adalah
keptibadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip –
prinsip kenikmatan (pleasure princible).Ia menari kalbu manusia untuk melakukan
perbuatan perbuatan yang rendah yang sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga
ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Firman
Allah SWT :
ٳن ٲﻠﻨﻔﺱ ﻷﻤﺍ ﺭﺓ ﺒﺍ ﻠﻭﺀ ﺇﻻﻤﺍ ﺭﻴﻡ ﺭﺒﻲ
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyerukan pada
perbuatan buruk, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhannku” [QS. Yusuf :
53]
Kepribadian amarah adalah
kepribadian di bawah sadar manusia. Sedangkan manusia yang berkepribadian
amarah tidak saja merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak diri orang lain.
Keberadaannya di tentukan oleh dua
daya yaitu:
1. Daya syahwat yang selalu mengiginkan
birahi, kesukaan diri, ingin tahu dan caampur tangan urusan orang lain.
2. Daya ghadab yang selalu mengiginkan tamak,
serakah mencekal, berkelahi, ingin menguasai yang lain, keras kepala, sombong
dan angkuh.
Kepribadian ammarah dapat beranjak
ke pribadian yang baik apabila ia telah di beri rahmat oleh Allah SWT.
Kepribadian ammarah menuju ke tingkat kepribadian yang lebih baik hanya dapat
mencapai satu tingkat dari tingkatan kepribadian yang ada yaitu lawwamah.ini
diperlukan latihan khisus untuk menekan daya nafsu dari hawa seperti puasa,
sholat, berdo`a.
2)
Nafsu Lawwamah.
Lawwamah berasal dari kata al–talum
yang berarti al–taraddun (bimbang dan ragu-ragu). Dikatakan lawwamah karena
sifatnya al-lawm yang berarti celaan kerena meninggalkan iman atau celaan
karena berbuat maksiat dan meninggalkan ketaatan. Kepribadian lawwamah adalah
kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu dia bangkit untuk
memperbaiki kebimbangannya antara dua hal. Kepribadian lawwamah berada dalam
kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah.
Firaman Allah SWT:
ﻭﻻ ﺃﻘﺴﻡ ﺒﺍ ﺃﻠﻨﻔﺱ ﺃﻭﺍﻤﺔ
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang
amat menyesali “ [QS. Al-Qiyamah : 2]
Kepribadian lawwamah merupakan
kepribadian yang di dominasi oleh komponen akal, komponen yang bernatur
insaniah, akal mengikuti prinsip kerja rasionalistik dan realistic yang membawa
manusia pada tingkat ke sadaran. Apabila akal di beri percikan nur kalbu maka
fungsinya berubah menjadi baik. Al–Ghazali sendiri meskipun sangat mengutamakan
pendekatan cita rasa, namun ia masih menggunakan kemampuan akal. Sedangkan
menurut Ibn Sina, akal mampu mencapai pemahaman yang abstrak dan akal juga
mampu mencapai akal mustafat. Karena kedudukannya yang tidak stabil ini maka
Ibn Qayyim al–Jauziyah membagi kepribadian lawwamah menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kepribadian Lawwamah malumah, Yaitu
kepribadian lawwamah yang bodoh dan zalim.
b.
Kepribadian
Lawwamah ghayr malumah, Yaitu kepribadian yang mencela atas perbuatannya yang
buruk dan berusaha untuk memperbaikinya.
Dalam
buku tazkiyatun nafs karangan Ibnu Rajab Al-Hambali dan kawan-kawan juga
disebutkan bahwa nafs lawwamah ada dua yaitu tercela dan terpuji. yang pertama
adalah nafs yang dungu dan menganiaya diri sendiri. Ia dicela oleh Allah dan
para malaikat. sedangkan yang kedua adalah nafsu yang selalu mencela pemiliknya
karena kekuragannya dalam ketaatan kepada Allah, padahal ia sudah berusaha
sekuatnya.[9]
3)
Nafsu Mulhammah
Nafsu Mulhamah yaitu nafsu yang
memperolrh ilham dari Allah SWT, dikaruniai ilmu pengetahuan.Ia telah dihiasi
akhlak mahmudah (akhlak terpuji), dan ia merupakan sumber kesabaran, keuletan
dan ketabahan. Pada tingkat ini nafsu itu telah terbuka kepada berbagai
petunjuk (ilham) dari Allah SWT. Dengan itu pula seseorang telah memiliki
sifat–sifat yang menunjukkan kepribadian yang kuat, sebagaimana yang di
tunjukkan Allah SWT dalam surah as – Syams ayat 7-10:
“Dalam
jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya), maka Allah SWT mengilhamkan pada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (as – Syams ayat 7-10)
4)
Nafsu Muthma’innah
Kepribadian mutmainnah adalah
kepribadian yang telah di beri kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat
meninggalkan sifat–sifat tercela dan tumbuh sifat–sifat yang baik.Kepribadian
ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapat kesucian dan
menghilangkan segala kotoranm sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya
kepribadian ini sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya kepribadian
ini sehingga ia di panggil oleh Allah SWT. Firman Allah SWT:
ﻴﺍ ﺃﻴﺘﻬﺍ ﺍﻠﻨﻔﺱ ﺃﻠﻤﻁﻤﺌﻨﺔ ﺇﺭﺠﻌﻲ ﺇﻟﻰ ﺭﺒﻙ ﺭﺍﻀﻴﺔ
“Hai kepribadian yang tenang,
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya.” [QS. AL –
Fajr : 27-28] .
Kepribadian mutmainnah bersumber
dari kalbu manusia, sebab hanya kalbu yang mampu merasakan thuma`ninah.Kepribadian
muthmainnah merupakan kepribadian atas dasar atau supra kesadaran manusia.
Dikatakan demikian sebab kepribadian
ini merasa tenag dalam meneriama keyakinan fitrah yang dihujamkan pada ruh
manusia di alam arwah dan kediaman di legitimasi oleh wahyu illahi. Al- Ghazali
menyatakan bahwa daya kalbu mampu mencapai pengetahuan melalui daya cita rasa
dan kasyf. Sedangkan Ibn Khaldun menyatakan dalam muqadimat bahwa ruh kalbu itu
di singgahi oleh ruh akal. Ruh akal secara substansi mampu mengetahui apa saja
di alam amr, sebab ia berpotensi demikian.
Ada beberapa indikator yang bisa
dijadikan acuan, sebagai bahan evaluasi apakah proses Tazkiyatun Nafs yang kita
lakukan sudah berhasil atau belum. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Iman bertambah kuat, bagus, dan
kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
2.
Tumbuh semangat beramal shaleh di
tengah masyarakat.
3.
Mampu menahan hawa nafsu,
yangmendoronguntukmenghalalkan segala cara dan merampas hak orang lain.
4.
Mampu menghindarkan diri dari maksiat
kepada Alloh. Sebaliknya melaksanakan ketaatan dalam segala bentuk persoalan.
5.
Menerima takdir Alloh dan tidak
membencinya, diawali dengan usaha terbaik.
6.
Tidak pernah bosan beribadah kepada
Alloh. Ber-dzikir saat bekerja, belajar dan lain sebagainya.
7.
Tidak pernah jenuh menghadapi godaan
syetan. Dalam dirinya takut jatuh saat melangkah hidup, baik di tengah maupun
akhir hidupnya.
8.
Kerjanya hanya berusaha mencari
ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan hanya sebagai sarana untuk mencapai rido
Alloh, bukan sebagai tujuan utama hidup.
9.
Mudah diberi nasehat, saat melakukan
kesalahan.
10. Tidak
pernah berhenti berdoa, dan menyadari atas kelemahaan diri atas-Nya.
11. Selalu
bertaubat kepada Alloh atas kesalahan yang dilakukan selama beramal.
12. Mampu
menghindari diri dari pekerjaan sia-sia.
13. Mengubah
kejahatan dengan kebaikan.
Bagaimana cara untuk mewujudkan indikator di atas? caranya
adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat keimanan secara terus
menerus
2. Berusahan tidak melanggar perintah
Alloh
3. Memelihara dan waspada diri terhadap
adzab Alloh
4. Memelihara keikhlasan dan beribadah
dan beramal
5. Mengutamakan / konsentrasi akhirat
6. Mengutamakan keridhoan Alloh atas
segala-galanya.
2.7. Manfaat Tazkiatun nafs
Ø Iman
bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
Ø Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat.
Ø Mampu menahan hawa nafsu, yang mendorong untuk menghalalkan segala cara dan merampas hak orang lain.
Ø Mampu menghindarkan diri dari maksiat kepada Alloh. Sebaliknya
melaksanakan ketaatan dalam segala bentuk persoalan.
Ø Menerima takdir Alloh dan tidak membencinya, diawali dengan usaha terbaik.
Ø Tidak pernah bosan beribadah kepada Alloh. Ber-dzikir
saat bekerja, belajar dan lain
sebagainya.
Ø Tidak pernah jenuh menghadapi godaan syetan. Dalam dirinya takut jatuh
saat melangkah hidup, baik di tengah maupun akhir hidupnya.
Ø Kerjanya hanya berusaha mencari ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan
hanya sebagai sarana untuk mencapai rido Alloh, bukan sebagai tujuan utama
hidup.
Ø Mudah diberi nasehat, saat melakukan kesalahan.
Ø Tidak pernah berhenti berdoa, dan menyadari atas kelemahaan
diri atas-Nya.
Ø Selalu bertaubat kepada Alloh atas kesalahan yang dilakukan selama
beramal.
Ø Mampu menghindari diri dari pekerjaan sia-sia.
Ø Mengubah kejahatan dengan kebaikan.
2.8. Perbedaan antara Tazkiah al-nafs dengan Thaharah
Thaharah
berarti bersih (nadhlafah), suci (nazahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas)
seperti tersebut di dalam al-qur’an:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan orang-orang yang mensucikan diri. (al-Baqarah/2;222)
Menurut syara’, thaharah itu
ialah mengangkat (menghilanhkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis.
Tazkiah al-nafs
|
Thaharah
|
Membersihkan kotoran hati dari
sifat-sifat tercela (kotor rohani)
|
Membersihkan kotoran dari
hadast dan najis (kotor jasmani).
|
Membersihkannya dengan ibadah
ritual seperti zikir,sholat,dan istighfar.
|
Membersihkannya dengan cara wudhu,mandi, dan tayamum.
|
Manfaatnya agar hati menjadi
bersih dan berdampak pada sikap yang berakhlakul karimah.
|
Manfaatnya untuk terbebas dari
segala macam kotoran dan najis supaya segala hubungan yang bersangkutan
dengan ibadah khusus,seperti sholat diterima.
|
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ø Secara etimologis, Tazkiyatun
nafs berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyatun dan An-nafs. Tazkiyah
berasal dari akar kata (Zakaa Yazku-Zakaa & Zakatan) yang berarti Nama
(baca; Tumbuh) dan Zada (baca;Bertambah). Zakaa juga bisa berarti Solaha
(baca;baik) dan ia juga berarti Barokah (baca;banyak kebaikannya), disamping itu
juga berarti Thaharoh / Suci bersih. Sedang
bentuk kata Tazkiyah dari kata Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga
menjadi Zakka-Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti menumbuhkan, mengembangkan,
memperbaiki, membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi baik serta
bertambah baik.
Ø tujuan Tazkiyatun Nafs adalah
ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ø Dan tujuan khusus Tazkiyatun Nafs
yaitu:
ü pembentukan manusia yang bersih
akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan seluruh aktivitas hidupnya bernilai
ibadah.
ü membentuk manusia yang berjiwa suci
dan beakhlak mulia dalam pergaulan dengan sesamanya, yang sadar akan hak dan
kewajiban, tugas seta tanggung jawabnya.
ü membentuk manusia yang berjiwa sehat
dengan terbebasnya jiwa dari perilaku tercela yang membahayakan jiwa itu
sendiri.
ü memebentuk manusia yang berjiwa suci
dan berakhlak mulia, baik terhadap Allah, diri sendiri maupun manusia
sekitarnya.
Ø Metode penyucian diri bias dilakukan
dengan Dengan proses Takhalli dan dengan proses tahalli
Ø Nafsu Dalam Pertumbuhan Psikologi
dan Spiritualnya ada 4 yaitu: 1. Nafsu amarah 2. Nafsu lawwamah 3. Nafsu
mulhamah 4. Nafsu mut’mainnah
Ø Nafsu amarah adalah Kepribadian
amarah adalah keptibadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada
prinsip – prinsip kenikmatan (pleasure princible).
Ø Nafsu lawwamah adalah Kepribadian
lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu dia
bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal. Kepribadian lawwamah
berada dalam kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian
muthmainnah.
Ø Nafsu mulhamah adalah nafsu yang
memperolrh ilham dari Allah SWT, dikaruniai ilmu pengetahuan.Ia telah dihiasi
akhlak mahmudah (akhlak terpuji), dan ia merupakan sumber kesabaran, keuletan
dan ketabahan.
Ø
Nafsu
mut’mainnah adalah adalah kepribadian yang telah di beri kesempurnaan nur
kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat–sifat tercela dan tumbuh sifat–sifat
yang baik.Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapat
kesucian dan menghilangkan segala kotoranm sehingga dirinya menjadi tenang.
Ø
Manfaat Tazkiatun
nafs
ü Iman
bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
ü Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat. Dll.
3.2. Saran
Mari
kita menyucikan jiwa dan hati kita dari segala macam kejelekan dan sifat
tercela agar hati kita selalu menjadi hati yang tenang dan tentram serta
senantiasa taqwa dan dekat pada Allah karena Allah senang pada orang-orang yang
taqwa dan senantiasa menyucikan hatinya.
DAFTAR PUSTAKA
Taufik.
H. M. Pd.I. 2012. Tazkiyatun Nafs. Lumajang.
M.
Solihin. 2003. Tasawuf Tematik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Al-Hambali,
Ibnu Rajab, dkk. 2001. Tazkiyatun Nafs. Solo: Pustaka Arafah.
Nasution, Lahnuddin.1998.Fiqh 1.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Ibnu
Taimiyah, Islam, Syaikhul. 2010.
Tazkiyatun Nafs: Darus Sunnah Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar