BAB
II
PEMBAHASAN
I. Ibnu Khaldhun
Ibnu Khaldhun memiliki nama lengkap “abd al-rahman
abu zaid waliudin ibn khaldhun. namanya sendiri adalah abd al-rahman, sedangkan
nama keluarganya abu zaid dan gelarnya waliudin. keluarga ibnu khaldhun berasal
dari handramaut dan masih memiliki garis keturunan dengan wali bin hajar, salah
seorang sahabat nabi saw.[1]
Ia lahir pada tanggal 27 Mei 1332 atau 1 Ramadhan 732 H di Tunisi. Ayahnya bernama Abu Abdullah
Muhammad. Ayahnya adalah seorang yang berkecimbung dalam dunia perpolitikan,
kemudian ayahnya mengundurkan diri dari bidang politik dan dia menekuni ilmu
pengetahuan dan kesufian. Ayahnya sangat ahli dalam bahasa dan sastra arab.
Ayahnya meninggal pada tahun 794H/384M akibat wabah pes yang melanda afrika
utara, pada saat itu Ibnu Khaldun baru berusia 18 tahun. pada umur 20 tahun ia
bekerja sebagai secretaries sultan fez di maroko.
Pada tahun
1362 Ibnu Khladun pindah ke Negara Spanyol dan bekerja pada raja Granada. Di
Granada, ia menjadi utusan raja untuk berunding dengan Pedro (raja Granada) dan
raja Castila di Sevilla. Karena kecakapan yang luar biasa, ia ditawari
kerjasama oleh penguasa kristiani, dengan imbalan tanah bekas milik keluarganya
dikembalikan kepadanya.akan tetapi Ibnu Khaldun pada akhirnya memilih
bekerjasama dengan raja Granada, dan ia memboyong keluarganya dari Afrika.[2] Ia
tidak lama tinggal di Granada. kecakapan dan prestasinya yang diperlihatkan
selama itu telah menimbulkan iri hati pada para mentri.[3]
dan hal itulah yang menyebabkan ibnu khaldhun memboyong keluarganya kembali ke
afrika. setelah kembali ke afrika ia diangkat menjadi perdana mentri oleh
sultan al-jazair. dan beberapa kali memimpin pasukan dalam medan pertempuran.
ketenangan
hidup baru ia dapatkan setelah ia melepaskan semua jabatannya. dan di waktu
itulah ia menciptakan karyanya yang monumental, yaitu Moqoddimah dan kitab
Sejarah Alam Semesta. setelah itu ia kembali ke Tunisia. namun karena ia
mempunyai masalah seperti yang dihadapi di Granada, maka Pada tahun 1382, ia
memutuskan untuk melaksanakan ibadah haji. ia kemudian berangkat ke Iskandariah
akan tetapi di dalam perjalanannya ia singgah ke Mesir. penduduk dan raja mesir
sangat mengenal reputasi khaldhun yang menyebabkan ia tidak melanjutkan
perjalanan hajinya. ia kemudian diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung pada masa
pemerintahan Dinasti Mamluk.[4]
Khaldun pertama kali menerima pendidikan langsung dari
ayahnya, sejak kecil ia telah mempelajari tajwid, menghafal Al-Quran, dan fasih
dalam qira’at al-sab’ah, di samping dengan ayahnya, ia juga mempelajari tafsir,
hadits, fiqh (Maliki), gramatika bahasa arab, ilmu mantiq, dan filsafat dengan
sejumlah ulama Andalusia dan Tunisia. Dan kemudian dilanjutkan kepada seorang
yang ahli dalam Al-Qur’an, bernama Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Said
Al-Anshary.
Dalam ilmu
fiqih dan ilmu hadits, Ibn Khaldun berguru kepada banyak orang misalnya Syam
Ad-Din Abu Abdillah bin Jabir bin Sulthan Al-Qasysyi, Abu Abdillah Al- Jayani,
Abu Al-Qasim Muhammad bin Al-Qashir, Abu ‘Abdillah Muhammad
Sulaiman As-Sathy dan Abu Muhammad bin Abdul Muhaymin Al-Hadramy. Ini semua
menunjukan keseriusan beliau dalam menimba bidang ilmu yang ditekuninya, tidak
hanya asal-asalan dan merasa cukup berguru kepada satu atau dua orang
saja.
Beliau
mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menekuni ilmu pengetahuan Tidak sedikit
guru-guru yang telah beliau timba ilmunya, antara lain Syaikh Abu Abdullah Ibn
al- Arabial- Hasyiri, , Muhammad Al-Syawas Al-Zarazli, Ahmad Ibn Al-Qassar
(bellajar ilmu Hadis, Bahasa Arab, Fiqh), Abdullah Muhammad Ibn Abd al-Salam
(tentang kitab al- Muwattha’ karya Imam Malik), Muhammad Ibn Sulaiman al-Satti,
Abdullah al-Muhaimin al-Hadrami, dan Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili (belajar
ilmu- ilmu pasti, Logika dan seluruh ilmu (teknik) kebijakan dan pengajaran
disamping dua ilmu pokok (Al-Qur’an dan Hadis).
Selain
dikenal sebagai filusuf, Ibn Khaldun dikenal sebagai sosiolog yang memiliki
perhatian besar terhadap bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari pengalamanya
sebagai pendidik yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainya. Pada
tahun 1406, Ibn Khaldun meninggal dunia di Mesir dalam usia 74 tahun (Ramayulis
dan Samsul Nizar, 2009:282).[5]
II.
Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
1.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah:
a. Memberikan
kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas penting
bagi terbukanya fikiran dan kematangan individu, yang pada gilirannya
kematangan individu ini bermanfaat bagi masyarakat.
b. Memperoleh
berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu manusia agar dapat hidup
dengan baik, dalam rangka mewujudkannya masyarakat yang maju dan berbudaya.
c. Memperoleh
lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan.
Dari tujuan di atas, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa
pendidikan atau ilmu dan mengajar merupakan suatu kemestian dalam membangun
masyarakat manusia. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa maksud pendidikan
menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari
pengalaman untuk dapat mempertahankan eksistensi manusia dalam peradaban
masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat, agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis. Inilah
kiranya tujuan utama pendidikan menurut Ibnu Khaldun. Dalam konteks ini, Ibnu
Khaldun telah memandang pendidikan sebagai bagian dari proses peradaban manusia.
2.
Pendidik
Berkenaan dengan guru, ibnu khaldun menganjurkan agar
mengikuti perkembangan anak ini secara teliti. karena keberhasilan guru dalam
mengejar tergantung sejauh mana ia mampu melihat perkebangan peserta didik dan
mengajarkan sesuatu yang sesuai dengan
tingkat perkembangan mereka. oleh sebab itu ia mencela guru yang tidak
mempunyai metode mengajar secara tepat.[6]
Seorang
pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan
psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk
mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya
serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi
pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik
memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan
kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan.
Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan
mudah dalam cakupan pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik
hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien.
3.
Pandangan Tentang Manusia Didik
Ibnu Khaldun melihat manusia tidak
terlalu menekankan pada segi kepribadian atau akalnya. sebagaimana yang sering
di ucapkali dibicarakan oleh para filosof. Menurut Ibnu Khaldun, manusia bukan
merupakan produk nenek moyangnya. Akan tetapi produk sejarah, lingkungan
sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan
pemegang tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang
manusia. ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungan dan interaksinya dengan masyarakat.[7]
Pandangan Khaldun tentang manusia sebagai suatu makhluk yang berbeda dengan
berbagai makhluk lainnya karena manusia mempunyai akal (Makhluk berfikir).
Lewat kemampuan berfikirnya itu manusia tidak hanya membuat kehidupannya
sehingga mampu melahirkan ilmu (Pengetahuan) dan teknologi. sifat-sifat semacam
ini tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. lewat berfiqirnya itu, manusia tidak
hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai
cara guna memperoleh makan hidup. Proses-proses semacam ini yang melahirkan
peradaban.[8]
Pada bagian lain, Khaldun berpendapat
bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping
harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai
pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan
ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian dalam suatu bidang
ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.[9]
4. Pandangan
Tentang Ilmu Atau Materi Pendidikan
Ada
dua yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan, yang
pertama dipengaruhi oleh peradapan, misalnya sebuah sekolah yang didirikan
didalam perkotaan yang disitu terdapat pertumbuhan ilmu, pabrik-pabrik dan
pasar yang tersusun rapi, maka keadaan ini akan berpengaruh terhadap corak
pendidikannya. Dan yang kedua karena adanya perbedaan lapisan sosial yang
timbul dari hasil kecerdasannya yang diperoses melalui pengajaran. Hal ini
berbeda dengan apa yang diduga oleh sebagian orang yang mengatakan bahwa
perbedaan ini bersumber pada perbedaan hakikat kemanusiaan. Berkenaan dengan
ilmu pengetahuan, ibnu khaldun membaginya menjadi tiga macam yaitu:
1. Ilmu
lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika) sastra atau bahasa
yang disusun secara puitis (syair).[10]
2. Ilmu
naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi, ilmu ini berupa
membaca kitab suci al-quran dan tafsirnya, sanad dan haditsdan pentashiannya
serta istimbath tentang keadaan-keadaan fiqih. Dari al-quran itulah didapat
ilmu-ilmu tafsir, ilmu usul fiqih yang dapat dipakai untuk menganalisa hukum allah
itu melalui istimbath.[11]
3. Ilmu
aqli yaitu ilmu yang dapat menunjukan manusia dengan daya fikir atau
kecendrungan kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk didalam
katagori ilmu ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam, ilmu tehnik, ilmu
hitung, ilmu tingkahlaku (behafior), termasuk juga ilmu sihir dan ilmu nujum
(perbintangan).[12]
Ibn
Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaat dan kepentingan bagi
peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu:
a. Al-Qur’an
b. Ulumul Qur’an
c. Ulumul Hadits
d. Ushul Fiqih
e. Fiqih
f. Ilmu Kalam
g. Ilmu Tasawuf
h. Ilmu Ta’bir al-Ru’ya
Sedangkan
untuk ilmu aqli, Ibn Khaldun membaginya menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Ilmu Logika
b. Ilmu Fisika
c. Ilmu Metafisika
d. Ilmu Matematika.
Mengenai
ilmu nujum menurutnya adalah ilmu yang fasid karena ilmu dapat meramalkan
segala kejadian yang belum terjadi atas dasar perbintangan, hal itu merupakan
hal tercela. Dari beberapa cabang ilmu yang telah disebutkan diatas, ada empat
cabang ilmu yang harus diajarkan kepada peserta didik, yaitu:
a. Ilmu
syari’ah dengan segala jenisnya
b. Ilmu
Filsafat seperti; ilmu alam dan ilmu ketuhanan.
c. Ilmu
alat yang bersifat membantu ilmu-ilmu agama, seperti ilmu lughah dan lain-lain.[13]
d. Ilmu
alat yang membantu falsafah, seperti ilmu mantik (Logika).[14]
Dalam
literature yang lain ibnu khaldun menjelaskan tentang pentingnya nilai ilmu
menulis dan berhitung karena kedua ilmu tersebut mempunyai lapangan yang lebih
luas dari ilmu-ilmu lainnya dalam menambah akal. Selain itu ibnu khaldun
berpendapat bahwa al-quran adalah ilmu yang pertama kali diajarkan kepada anak,
karena mengajarkan al-quran pada anak termasuk syariat islam yang dipegang oleh
para ahli agama dan dijunjung oleh setiap negara islam. Al-quran yang telah
ditanamkan pada anak didik akan menjadi pegangan hidupnya.[15]
4.
Metode Pengajaran
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode
pengajaran yaitu bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan
bermanfaat apabila dilakukan dengan
berangsur-angsur, setapa demi setapak ddan sedikit demi sedikit.[16]
Di dalam memberikan pengetahuan kepada
anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat
umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik. Setelah
itu pendidik baru membahasnya secara lebih terperinci, menyeluruh dan berusaha
membahas semua persoalan bagaimapun sulitnya agar anak didik memperoleh
pemahaman yang sempurna. untuk itu jika pemahaman yang pokok itu belum dicapai
dengan baik maka harus di ulang kembali hingga dikuasai dengan benar.[17]
Itulah metode umum yang ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar
mengajar.
Lain halnya dengan metode hafalan, yang
menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang
benar. Dalam pandangan Ibnu Khaldun prinsip dari belajar bukanlah penghafalan
di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi.
Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan
paham terhadap apa yang dipelajarinya. Disamping metode yang sudah disebut di
atas Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini
proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat
ditangkap anak didik.
Demikianlah terlihat betapa besarnya
Ibnu Khaldun memberikan perhatiannya di bidang pendidikan. Dan jika
diperhatikan dengan seksama secara umum Ibnu Khaldun menekankan pada proses
belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Adapun beberapa prinsip dasar yang
senantiasa harus diperhatikan oleh para pendidik yang akan dianalisa secara
rinci pada point berikutnya.
5.
Spesialisasi
Menurut Ibnu Khaldun, orang yang
mendspat keshlian dalam suatu pertukangan jarang sekalil yang ahli dalam
pertukangan lainnya, misalnya tukang jahit. Hal ini disebabkan karena sekali
seseorang telah menjadi ahli dalam menjahit hingga keahliannya itu hingga
tertanam berurat berakar dalam jiwanya, maka setelah itu dia tidak akan ahli
dalam pertukangan kayu dan batu, kecuali apabila keahlian yang pertama itu
belum tertanam dengan kuat dan belum memberi corak terhadap pemikirannya. Hal
ini juga didasarkan pada alasannya bahwa keahlian itu adalah sikap atau corak
jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Dan mereka yang pikirannya masih mentah,
dan dalam keadaan masih kosong akan lebih mudah mendapatkan keahlian-keahlian
baru yang dapat mereka peroleh dengan lebih mudah. Tetapi apabila jiwa itu
telah bercorak dengan semacam keahlian tertentu dan tidak lagi dalam keadaan
kosong, maka cetakan keahlian itu akan menjadikan jiwa itu kurang tertarik dan
kurang bersedia menerima keahlian-keahlian baru.[18]
Dari uraian diatas,
terlihat bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang
sangat besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya nampak
sangat dipengaruhi oleh pandangannya terhadap manusia sebagai makhluk yang
harus dididik, dalam rangka melakanakan fungsi sosialnya di tengah-tengah
masyarakat. Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar dapat hidup
bermasyarakat dengan baik.[19]
[1] siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, hlm. 75
[2] ---------filsafat pendidikan islam, hlm. 222
[3] ibid. hlm. 222
[6] siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, hlm.79
[7] siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, hlm. 77
[8] ibid. hlm. 224
[9] ibid. hlm. 224
[16] ibid. hlm. 226
[17] ibid. hlm. 227
[18] ibid. hlm. 228
[19] ibid. hlm. 228
Tidak ada komentar:
Posting Komentar