Selasa, 30 September 2014

makalah tentang ibnu kholdun



BAB II
PEMBAHASAN

I.     Ibnu Khaldhun
Ibnu Khaldhun memiliki nama lengkap “abd al-rahman abu zaid waliudin ibn khaldhun. namanya sendiri adalah abd al-rahman, sedangkan nama keluarganya abu zaid dan gelarnya waliudin. keluarga ibnu khaldhun berasal dari handramaut dan masih memiliki garis keturunan dengan wali bin hajar, salah seorang sahabat nabi saw.[1] Ia lahir pada tanggal 27 Mei 1332 atau 1 Ramadhan 732 H di Tunisi. Ayahnya bernama Abu Abdullah Muhammad. Ayahnya adalah seorang yang berkecimbung dalam dunia perpolitikan, kemudian ayahnya mengundurkan diri dari bidang politik dan dia menekuni ilmu pengetahuan dan kesufian. Ayahnya sangat ahli dalam bahasa dan sastra arab. Ayahnya meninggal pada tahun 794H/384M akibat wabah pes yang melanda afrika utara, pada saat itu Ibnu Khaldun baru berusia 18 tahun. pada umur 20 tahun ia bekerja sebagai secretaries sultan fez di maroko.
Pada tahun 1362 Ibnu Khladun pindah ke Negara Spanyol dan bekerja pada raja Granada. Di Granada, ia menjadi utusan raja untuk berunding dengan Pedro (raja Granada) dan raja Castila di Sevilla. Karena kecakapan yang luar biasa, ia ditawari kerjasama oleh penguasa kristiani, dengan imbalan tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepadanya.akan tetapi Ibnu Khaldun pada akhirnya memilih bekerjasama dengan raja Granada, dan ia memboyong keluarganya dari Afrika.[2] Ia tidak lama tinggal di Granada. kecakapan dan prestasinya yang diperlihatkan selama itu telah menimbulkan iri hati pada para mentri.[3] dan hal itulah yang menyebabkan ibnu khaldhun memboyong keluarganya kembali ke afrika. setelah kembali ke afrika ia diangkat menjadi perdana mentri oleh sultan al-jazair. dan beberapa kali memimpin pasukan dalam medan pertempuran.
ketenangan hidup baru ia dapatkan setelah ia melepaskan semua jabatannya. dan di waktu itulah ia menciptakan karyanya yang monumental, yaitu Moqoddimah dan kitab Sejarah Alam Semesta. setelah itu ia kembali ke Tunisia. namun karena ia mempunyai masalah seperti yang dihadapi di Granada, maka Pada tahun 1382, ia memutuskan untuk melaksanakan ibadah haji. ia kemudian berangkat ke Iskandariah akan tetapi di dalam perjalanannya ia singgah ke Mesir. penduduk dan raja mesir sangat mengenal reputasi khaldhun yang menyebabkan ia tidak melanjutkan perjalanan hajinya. ia kemudian diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk.[4]
Khaldun pertama kali menerima pendidikan langsung dari ayahnya, sejak kecil ia telah mempelajari tajwid, menghafal Al-Quran, dan fasih dalam qira’at al-sab’ah, di samping dengan ayahnya, ia juga mempelajari tafsir, hadits, fiqh (Maliki), gramatika bahasa arab, ilmu mantiq, dan filsafat dengan sejumlah ulama Andalusia dan Tunisia. Dan kemudian dilanjutkan kepada seorang yang ahli dalam Al-Qur’an, bernama Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Said Al-Anshary.
Dalam ilmu fiqih dan ilmu hadits, Ibn Khaldun berguru kepada banyak orang misalnya Syam Ad-Din Abu Abdillah bin Jabir bin Sulthan Al-Qasysyi, Abu Abdillah Al- Jayani, Abu  Al-Qasim  Muhammad bin Al-Qashir, Abu ‘Abdillah Muhammad Sulaiman As-Sathy dan Abu Muhammad bin Abdul Muhaymin Al-Hadramy. Ini semua menunjukan keseriusan beliau dalam menimba bidang ilmu yang ditekuninya, tidak hanya asal-asalan dan merasa cukup berguru  kepada satu atau dua orang saja.
Beliau mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menekuni ilmu pengetahuan Tidak sedikit guru-guru yang telah beliau timba ilmunya, antara lain Syaikh Abu Abdullah Ibn al- Arabial- Hasyiri, , Muhammad Al-Syawas Al-Zarazli, Ahmad Ibn Al-Qassar (bellajar ilmu Hadis, Bahasa Arab, Fiqh), Abdullah Muhammad Ibn Abd al-Salam (tentang kitab al- Muwattha’ karya Imam Malik), Muhammad Ibn Sulaiman al-Satti, Abdullah al-Muhaimin al-Hadrami, dan Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili (belajar ilmu- ilmu pasti, Logika dan seluruh ilmu (teknik) kebijakan dan pengajaran disamping dua ilmu pokok (Al-Qur’an dan Hadis).
Selain dikenal sebagai filusuf, Ibn Khaldun dikenal sebagai sosiolog yang memiliki perhatian besar terhadap bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari pengalamanya sebagai pendidik yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainya. Pada tahun 1406, Ibn Khaldun meninggal dunia di Mesir dalam usia 74 tahun (Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009:282).[5]
  II.     Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
1.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah:
a.       Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas penting bagi terbukanya fikiran dan kematangan individu, yang pada gilirannya kematangan individu ini bermanfaat bagi masyarakat.
b.      Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu manusia agar dapat hidup dengan baik, dalam rangka mewujudkannya masyarakat yang maju dan berbudaya.
c.       Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan.
Dari tujuan di atas, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan atau ilmu dan mengajar merupakan suatu kemestian dalam membangun masyarakat manusia. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa maksud pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat mempertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis. Inilah kiranya tujuan utama pendidikan menurut Ibnu Khaldun. Dalam konteks ini, Ibnu Khaldun telah memandang pendidikan sebagai bagian dari proses peradaban manusia.
2.       Pendidik
Berkenaan dengan guru, ibnu khaldun menganjurkan agar mengikuti perkembangan anak ini secara teliti. karena keberhasilan guru dalam mengejar tergantung sejauh mana ia mampu melihat perkebangan peserta didik dan mengajarkan sesuatu  yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. oleh sebab itu ia mencela guru yang tidak mempunyai metode mengajar secara tepat.[6]
 Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien.
3.    Pandangan Tentang Manusia Didik
Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadian atau akalnya. sebagaimana yang sering di ucapkali dibicarakan oleh para filosof. Menurut Ibnu Khaldun, manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya. Akan tetapi produk sejarah, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan pemegang tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungan dan interaksinya  dengan masyarakat.[7] Pandangan Khaldun tentang manusia sebagai suatu makhluk yang berbeda dengan berbagai makhluk lainnya karena manusia mempunyai akal (Makhluk berfikir). Lewat kemampuan berfikirnya itu manusia tidak hanya membuat kehidupannya sehingga mampu melahirkan ilmu (Pengetahuan) dan teknologi. sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. lewat berfiqirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makan hidup. Proses-proses semacam ini yang melahirkan peradaban.[8]
Pada bagian lain, Khaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian dalam suatu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.[9]

4.  Pandangan Tentang Ilmu Atau Materi Pendidikan
Ada dua yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan, yang pertama dipengaruhi oleh peradapan, misalnya sebuah sekolah yang didirikan didalam perkotaan yang disitu terdapat pertumbuhan ilmu, pabrik-pabrik dan pasar yang tersusun rapi, maka keadaan ini akan berpengaruh terhadap corak pendidikannya. Dan yang kedua karena adanya perbedaan lapisan sosial yang timbul dari hasil kecerdasannya yang diperoses melalui pengajaran. Hal ini berbeda dengan apa yang diduga oleh sebagian orang yang mengatakan bahwa perbedaan ini bersumber pada perbedaan hakikat kemanusiaan. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, ibnu khaldun membaginya menjadi tiga macam yaitu:
1.      Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika) sastra atau bahasa yang disusun secara puitis (syair).[10]
2.      Ilmu naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi, ilmu ini berupa membaca kitab suci al-quran dan tafsirnya, sanad dan haditsdan pentashiannya serta istimbath tentang keadaan-keadaan fiqih. Dari al-quran itulah didapat ilmu-ilmu tafsir, ilmu usul fiqih yang dapat dipakai untuk menganalisa hukum allah itu melalui istimbath.[11]
3.      Ilmu aqli yaitu ilmu yang dapat menunjukan manusia dengan daya fikir atau kecendrungan kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk didalam katagori ilmu ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam, ilmu tehnik, ilmu hitung, ilmu tingkahlaku (behafior), termasuk juga ilmu sihir dan ilmu nujum (perbintangan).[12]
Ibn Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaat dan kepentingan bagi peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu:
a.    Al-Qur’an
b.    Ulumul Qur’an
c.    Ulumul Hadits
d.   Ushul Fiqih
e.    Fiqih
f.     Ilmu Kalam
g.    Ilmu Tasawuf
h.    Ilmu Ta’bir al-Ru’ya
Sedangkan untuk ilmu aqli, Ibn Khaldun membaginya menjadi empat kelompok, yaitu:
a.     Ilmu Logika
b.    Ilmu Fisika
c.     Ilmu Metafisika
d.    Ilmu Matematika.
Mengenai ilmu nujum menurutnya adalah ilmu yang fasid karena ilmu dapat meramalkan segala kejadian yang belum terjadi atas dasar perbintangan, hal itu merupakan hal tercela. Dari beberapa cabang ilmu yang telah disebutkan diatas, ada empat cabang ilmu yang harus diajarkan kepada peserta didik, yaitu:
a.       Ilmu syari’ah dengan segala jenisnya
b.      Ilmu Filsafat seperti; ilmu alam dan ilmu ketuhanan.
c.       Ilmu alat yang bersifat membantu ilmu-ilmu agama, seperti ilmu lughah dan lain-lain.[13]
d.      Ilmu alat yang membantu falsafah, seperti ilmu mantik (Logika).[14]
Dalam literature yang lain ibnu khaldun menjelaskan tentang pentingnya nilai ilmu menulis dan berhitung karena kedua ilmu tersebut mempunyai lapangan yang lebih luas dari ilmu-ilmu lainnya dalam menambah akal. Selain itu ibnu khaldun berpendapat bahwa al-quran adalah ilmu yang pertama kali diajarkan kepada anak, karena mengajarkan al-quran pada anak termasuk syariat islam yang dipegang oleh para ahli agama dan dijunjung oleh setiap negara islam. Al-quran yang telah ditanamkan pada anak didik akan menjadi pegangan hidupnya.[15]
4.      Metode Pengajaran
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran yaitu bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan  dengan berangsur-angsur, setapa demi setapak ddan sedikit demi sedikit.[16]
Di dalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik. Setelah itu pendidik baru membahasnya secara lebih terperinci, menyeluruh dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. untuk itu jika pemahaman yang pokok itu belum dicapai dengan baik maka harus di ulang kembali hingga dikuasai dengan benar.[17] Itulah metode umum yang ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar mengajar.
Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar. Dalam pandangan Ibnu Khaldun prinsip dari belajar bukanlah penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya. Disamping metode yang sudah disebut di atas Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik.
Demikianlah terlihat betapa besarnya  Ibnu Khaldun memberikan perhatiannya di bidang pendidikan. Dan jika diperhatikan dengan seksama secara umum Ibnu Khaldun menekankan pada proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Adapun beberapa prinsip dasar yang senantiasa harus diperhatikan oleh para pendidik yang akan dianalisa secara rinci pada point berikutnya.
5.    Spesialisasi
Menurut Ibnu Khaldun, orang yang mendspat keshlian dalam suatu pertukangan jarang sekalil yang ahli dalam pertukangan lainnya, misalnya tukang jahit. Hal ini disebabkan karena sekali seseorang telah menjadi ahli dalam menjahit hingga keahliannya itu hingga tertanam berurat berakar dalam jiwanya, maka setelah itu dia tidak akan ahli dalam pertukangan kayu dan batu, kecuali apabila keahlian yang pertama itu belum tertanam dengan kuat dan belum memberi corak terhadap pemikirannya. Hal ini juga didasarkan pada alasannya bahwa keahlian itu adalah sikap atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Dan mereka yang pikirannya masih mentah, dan dalam keadaan masih kosong akan lebih mudah mendapatkan keahlian-keahlian baru yang dapat mereka peroleh dengan lebih mudah. Tetapi apabila jiwa itu telah bercorak dengan semacam keahlian tertentu dan tidak lagi dalam keadaan kosong, maka cetakan keahlian itu akan menjadikan jiwa itu kurang tertarik dan kurang bersedia menerima keahlian-keahlian baru.[18]
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya nampak sangat dipengaruhi oleh pandangannya terhadap manusia sebagai makhluk yang harus dididik, dalam rangka melakanakan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar dapat hidup bermasyarakat dengan baik.[19]











[1] siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, hlm. 75
[2] ---------filsafat pendidikan islam, hlm. 222
[3] ibid. hlm. 222
[4]  ibid. hlm. 222
[5]  ibid. hlm. 223
[6] siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, hlm.79
[7] siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, hlm. 77
[8] ibid. hlm. 224
[9] ibid. hlm. 224
[10]   ibid. hlm. 225
[11]   ibid. hlm. 225
[12]  ibid. hlm. 226
[13]  ibid. hlm. 226
[14]  siswanto, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filosofis, hlm. 81
[15]  ibid. hlm. 226
[16] ibid. hlm. 226
[17] ibid. hlm. 227
[18] ibid. hlm. 228
[19] ibid. hlm. 228

Tidak ada komentar:

Posting Komentar