Selasa, 30 September 2014

The Bermuda Triangle Mystery



Name      : Isbat
Class       : A_TBI

The Bermuda Triangle Mystery





http://www.bcgoldamanah.com/v1/images/Misteri_Alam/Bermuda/Bermuda1.jpeg
http://www.unmuseum.org/trianglemap.jpg
 






The Bermuda Triangle (sometimes also referred to as the Devil's Triangle) is a stretch of the Atlantic Ocean bordered by a line from Florida to the islands of Bermuda, to Puerto Rico and then back to Florida. It is one of the biggest mysteries of our time - that perhaps isn't really a mystery.
The term "Bermuda Triangle" was first used in an article written by Vincent H. Gaddis for Argosy magazine in 1964. In the article, Gaddis claimed that in this strange sea a number of ships and planes had disappeared without explanation. Gaddis wasn't the first one to come to this conclusion, either. As early as 1952, George X. Sands, in a report in Fate magazine, noted what seemed like an unusually large number of strange accidents in that region.
In 1969 John Wallace Spencer wrote a book called Limbo of the Lost specifically about the Triangle and, two years later, a feature documentary on the subject, The Devil's Triangle, was released. These, along with the bestseller The Bermuda Triangle, published in 1974, permanently registered the legend of the "Hoodoo Sea" within popular culture.
Why do ships and planes seem to go missing in the region? Some authors suggested it may be due to a strange magnetic anomaly that affects compass readings (in fact they claim Columbus noted this when he sailed through the area in 1492). Others theorize that methane eruptions from the ocean floor may suddenly be turning the sea into a froth that can't support a ship's weight so it sinks (though there is no evidence of this type of thing happening in the Triangle for the past 15,000 years). Several books have gone as far as conjecturing that the disappearances are due to an intelligent, technologically advanced race living in space or under the sea.


Report Bermuda triangle Mystery

The Bermuda triangle sometime call devil’s triangle it happen among  in Atlantic ocean it has a line start from Miami to Puerto Rico continues to Bermuda and come back to Miami.
The Bermuda triangle article is firstly written by Vincent. In this ocean some ships (USS Cyclops.  One of famous ships, was on its way from Bahia, Salvador, to Baltimore, Maryland, but never arrived.) and planes is disappeared without explanation and it becomes mystery of this world. Many scientists say that there is the strange magnetic under the sea. And other theorize says that there is methane eruption which come on from under the sea and if it happens, the methane can influent solidness of water. And if the solidness of water decreases, everything which is staying on the water will sink directly.  Even if you come to that ocean to swim by using bubble around you, you will still sink into the sea, because the effect of methane is in around you and water can not bare your body weigh. And of cause u will sink directly.

rusaknya niat dalam mencari ilmu




MAKALAH

Tentang

Rusaknya Niat Dalam Mencari Ilmu

Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Telah Text Bahasa Arab
Dosen pengampu: Ust. Karimullah

STAINWarna.jpg


Disusun Oleh:

Isbat  (18201201030072)
TBI_A

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 2014
 





KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Rusaknya Niat Dalam Mencari Ilmu“. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah tugas Telaah Text Bahasa Arab. Keberhasilan penulisan makalah ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
  1. Bapak Karimullah.
  2. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin..!

Pamekasan, 28-04- 2014

                                                                                  Penulis 








DAFTAR ISI
       I.            Cover
    II.            Kata pengantar...................................................................     i
 III.            Daftar isi         ...................................................................     ii
 IV.            BAB I             ...............................................................................     iii
Latar Belakang ..................................................................     iii
Rumusan masalah       .......................................................     iv
Tujuan ...............................................................................     iv
    V.            BAB II            ..............................................................................     1
Pembahasan    ...................................................................     1
Pengertian niat ..................................................................     1
Pengertian menuntut ilmu       ...........................................     1
Niat yang  rusak ................................................................     3
Ingin terkenal dan tampil ..................................................     7
Bosan menuntut ilmu  .......................................................     9
Menilai baik diri sendiri ...................................................      10
 VI.            BAB III ...............................................................................  13
Penutup ............................................................................      13
            Kesimpulan     ......................................................      13
            Saran ....................................................................      13
            Daftar pustaka            ......................................................      14







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala). Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.  Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah,yang membedakan antara ibadah dan kebiasaan rutinitas adalah niat.
Dan pada salah satu sabda nabi Muhammad SAW yang berbunyi "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" (Bukhari, muslim, ahmad, abu daud, ibnu majah, tirmidzi)
Aspek niat itu meliputi 3 hal :
1.      Diyakini dalam hati.
2.      Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi ijma.
3.      Dilakukan dengan amal perbuatan.
Jadi niat akan lebih kuat bila ke tiga aspek diatas dilakukan semuanya, sebagai contoh saya berniat untuk salat, hatinya berniat untuk salat, lisannya mengucapkan niat untuk salat dan tubuhnya melakukan amal salat. Demiikian pula apabila kita mengimani segala sesuatu itu haruslah dengan hati yang yakin, ucapan dan tindakan yang selaras.
Dengan definisi niat yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak hanya 'semantik' saja karena dengan berniat berati bersatu padunya antara hati, ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang muslim itu tentu saja akan keluar dari hati yang khusyu dan tawadhu, ucapan yang baik dan santun, serta tindakan yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta cerdas. Karena dikatakan dalam suatu hadits Muhammad apabila yang diucapkan lain dengan yang diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik.
B.     Rumusan Masalah
Ø  Apa yang dimaksud dengan niat?
Ø  Apa yang di maksud dengan niat yang rusak?
Ø  Hal-hal Apa saja yang bisa menyebabkan rusaknya niat?
Ø  Dan apa yang akn terjadi apabila niat kita rusak?

C.      Tujuan  
Ø  Mengetahui apa yang di maksud dengan niat.
Ø  Mengetahui dan memahami seperti apa niat yang rusak.
Ø  Mengetahui hal-hal yang bisa merusak niat.
Dan mengetahui  hal-hal yang akan terjadi jika niat kita.




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala). Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.  Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah,yang membedakan antara ibadah dan kebiasaan rutinitas adalah niat.
Dan pada salah satu sabda nabi Muhammad SAW yang berbunyi "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" (Bukhari, muslim, ahmad, abu daud, ibnu majah, tirmidzi)
Aspek niat itu meliputi 3 hal :
1.      Diyakini dalam hati.
2.      Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi ijma.
3.      Dilakukan dengan amal perbuatan.
Jadi niat akan lebih kuat bila ke tiga aspek diatas dilakukan semuanya, sebagai contoh saya berniat untuk salat, hatinya berniat untuk salat, lisannya mengucapkan niat untuk salat dan tubuhnya melakukan amal salat. Demiikian pula apabila kita mengimani segala sesuatu itu haruslah dengan hati yang yakin, ucapan dan tindakan yang selaras.
Dengan definisi niat yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak hanya 'semantik' saja karena dengan berniat berati bersatu padunya antara hati, ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang muslim itu tentu saja akan keluar dari hati yang khusyu dan tawadhu, ucapan yang baik dan santun, serta tindakan yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta cerdas. Karena dikatakan dalam suatu hadits Muhammad apabila yang diucapkan lain dengan yang diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik.
B.     Rumusan Masalah
Ø  Apa yang dimaksud dengan niat?
Ø  Apa yang di maksud dengan niat yang rusak?
Ø  Hal-hal Apa saja yang bisa menyebabkan rusaknya niat?
Ø  Dan apa yang akn terjadi apabila niat kita rusak?

C.      Tujuan  
Ø  Mengetahui apa yang di maksud dengan niat.
Ø  Mengetahui dan memahami seperti apa niat yang rusak.
Ø  Mengetahui hal-hal yang bisa merusak niat.
Ø  Dan mengetahui  hal-hal yang akan terjadi jika niat kita.




BAB II
PEMBAHASAN
PENTINGNYA NIAT DALAM MENUNTUT ILMU
A.  Pengertian niat
Niat meliputi 3 aspek yaitu :
1.      Diyakini dalam hati.
2.      Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi ijma.
3.      Dilakukan dengan amal perbuatan.
Jadi niat akan lebih kuat bila ke tiga aspek diatas dilakukan semuanya, sebagai contoh saya berniat untuk salat, hatinya berniat untuk salat, lisannya mengucapkan niat untuk salat dan tubuhnya melakukan amal salat. Demiikian pula apabila kita mengimani segala sesuatu itu haruslah dengan hati yang yakin, ucapan dan tindakan yang selaras.
B.       Pengertian Menuntut Ilmu
            “Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik, karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.”
Disisi lain juga di katakan:  Uthlubu al-’ilma min al-mahdi ila al-llahdi” artinya : tuntutlah ilmu dari buaiyan samapai keliang lahat.
Allah swt menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu karena ilmu itu memang sangatlah penting seperti yang difirmankan allah swt pada ayat diatas dengan ilmu derajat kita akan terangkat baik dimata allah ataupun dimata manusia. Baik atau buruk nya sebuah ilmu bukan karena i8lmunya melainkan karena niat atau tujuan sipemilik ilmu, Ibarat pisau, tergantung siapa yang memilikinya. Jika pisau dimiliki oleh orang jahat, maka pisau itu bisa digunakan untuk membunuh, merampok atau mencuri. Tetapi jika dimiliki oleh orang baik, maka pisau itu bisa digunakan untuk memotong hewan qurban, mengiris bawang atau membelah ikan.
Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaiman sabda Nabi Muhammad Saw.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه  عن أنس بن مالك  )
Artinya: Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin Malik t, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)
Mu’adz bin Jabbal berkata : “Tuntutlah ilmu, karena mempelajari ilmu karena mengharapkan wajah Allah itu mencerminkan rasa Khasyyah, mencarinya adalah ibadah, mengkajinya adalah tasbih, menuntutnya adalah Jihad, mengajarnya untuk keluarga adalah Taqarrub.”
Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.
Dalam hadits dikatakan bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى الصَّنْعَانِيُّ حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ رَجَاءٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ جَمِيلٍ حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ : ذُكِرَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلَانِ أَحَدُهُمَا عَابِدٌ وَالْآخَرُ عَالِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ

   “Telah berkata kepada kami Muhammad ibn Abdil A’la Al-Shan’aniy dari Slaman ibn Raja dari Al-Walid ibn Jamil dari Al-Qasim Abu ‘Abdirrahman dari Abi Umamah Al-Bahiliy beliau berkata bahwa Rasulullah menyebutkan dua orang laki-laki, yang satu adalah seorang ahli ibadah dan yang satu lagi adalah ahli ilmu. Kemudian Rasulullah berkata sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dengan orang yang beribadah seperti keutamaan aku dibanding kalian kemudia Rasulullah berkata: Sesungguhnya penduduk langit dan bumi mendoakan kebaikan bagi orang yang berilmu hingga semut dilubangnya dan ikan”

Disisi lain juga disebutkan dalam hadits sebagai berikut:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مَنْ سَلَكَ طَرِ يْقًا يَلْتَمسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِ يْقًا إِلَى الْجَنَّةِ (رواه الترمذى)
    Telah berkata kepada kami Mahmud ibn Ghilan dari Abu Usamah dari Al A’masy dari Abi Shalih dari Abi Hurairah ra, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda: Siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju surga”
            Dari hadis diatas kita bisa melihat betapa murah dan baiknya allah dalam memberikan jalan menuju surga bagi orang yang mencari ilmu.
C.    Niat yang Rusak
Niat adalah dasar dan rukun amal. Apabila niat itu salah dan rusak, maka amal yang dilakukannya pun ikut salah dan rusak sebesar salah dan rusaknya niat. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan apa yang diniatkan. Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai dengan apa yang ia niatkan.”[1]
Setiap hal yang kita lakukan dan kita ambil akan melahirkan timbale balik pada kita, baik itu buruk dan tidak. Dan sebagai sebuah konsekuensi apabila seorang penuntut ilmu terdapat niatan yang salah bukan karena ridlo Allah swt atau hany untuk mencari kesenangan dunia belaka, maka ia tidak akan pernah mendapatkan bau harumnya surga di hari kiamat nanti. Sebagai mana sabda Nabi saw :

عن ابي هريرة قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ تَعَلَمَ عِلْماً مِماَ يُبْتَغىَ بِهِ وَجْهُ الله عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَتَعَلَمُهُ اِلاَ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضاً مِنَ الدُنْياَ لَمْ يَجِدْ عَرَفَ الْجَنَةِ يَوْمَ القِياَمَةِ ( رواه ابوداود ) 
Artinya : Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah SAW bersabda :“Barang siapa mencari ilmu yang seharusnya dicari untuk mendapatkan ridho Allah, lalu dicarinya hanya untuk mendapatkan kesenangan dunia, maka ia tidak mendapatkan bau harumnya surga di hari kiamat”.
Hadits lain di menyebutkan  sebgaimana berikut:

عن ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيْهِ, قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهُ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءُ أَوْ لِيُمَارِيَ السُّفْهَاءَ أَوْ يُصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ اَدْخَلَهُ اللهَ النَّارَ  ( روه الترمذى )
Artinya : “ Ibnu ka’ab bin malik dari ayahnya berkata, Aku mendengar Rosulullah saw bersabda : “ Barang siapa mencari ilmu agar diperlakukan sebagai seorang yang pandai atau untuk berbantah dengan orang-orang yang bodoh atau mencari perhatian manusia kepadanya, niscaya kelak Allah memasukkannya ke Neraka.”
Dari hadis di atas jelas terlihat bahwa orang yang belajar dengan niatan untuk berdebat atau hanya untuk mencari gelar ulama’ dan supaya dipandang manusia. Maka allah mempersilahkan dia untuk memesan tempat di neraka. Masya allah..!
Selain itu Rosulullah saw, juga bersabda sebagai berikut :
Al Hasan al Basri telah berkata: “Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati yang mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan hati yang mati?.Ia menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia dengan menggunakan perbuatan-perbuatan akhirat”.[2]



Dalam hadis lain juga di riwyatkan sebagaiman berikut:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْهُنَائِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ خَالِدِ بْنِ دُرَيْكٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا لِغَيْرِ اللَّهِ أَوْ أَرَادَ بِهِ غَيْرَ اللَّهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ ( روه الترمذي )
Ali bin Nashr bin Ali menceritakan kepada kami (Imam Tirmidzi), Muhammad bin Abbad Al Hana’i memberitahukan kepada kami, Ali bin Al Mubarak memberitahukan kepada kami, dari Ayyub AS Sikhtiyani, dari Khalid bin Duraik dari Ibnu Umar dari Nabi SAW bersabda, “Barang siapa belajar ilmu karena selain Allah atau menghendaki dengan ilmu itu selain Allah, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”
Hadits di atas berbicara tentang pentingnya niat mencari ilmu. Dalam mencari ilmu hendaknya seseorang harus benar-benar menjaga niatnya, karena jika ia salah dalam niatnya, Maka Allah SWT telah menyiapkan tempat duduk bagi dia di neraka. Pada hakekatnya niat ikhlas karna Allah SWT tidak hanya terbatas untuk menuntut ilmu saja, melainkan segala amal baik seoarang muslim hendaknya karena Allah SWT, sebagaiman FirmanNya yang berbunyi:
وَ مَا اُ مِرُوْا اِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّ يْنَ (al bayyinah :5)
 Artinya : “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan  memurnikan ketaatan kepadanya dalam  menjalankan agama dengan lurus”
Ketika Hamka menafsirkan ayat ini, mengomentari; segala amal dan ibadat, atau apapun jua perbuatan yang bersangkutan dengan agama, yang dikerjakan dengan kesadaran, hendaklah ikhlas karena Allah swt belaka, bersih dari pada pengaruh yang lain. Dengan menjauhkan diri dari kesesatan, yaitu condong kepada kebenaran laksana jarum kompas (pedoman) kemana pun dia diputarkan, namun jarumnya selalu condong ke utara. Demikian hendaknya hidup manusia, condong kepada yang benar, tidak dapat dipalingkan kepada yang salah.
Dari sking pentingnya niat Imam Sufyan ats-Tsauri (wafat th. 161 H) rahimahullaah mengatakan, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat untuk aku obati daripada niatku.”[3] Kemudian Imam Malik bin Dinar (wafat th. 130 H) rahimahullaah juga mengatakan, ”Barangsiapa mencari ilmu bukan karena Allah Ta’ala, maka ilmu itu akan menolaknya hingga ia dicari hanya karena Allah.”[4]
Baiknya niat merupakan penolong yang paling besar bagi seorang penuntut ilmu dalam memperoleh ilmu, sebagaimana dikatakan Abu ‘Abdillah ar-Rudzabari (wafat th. 369 H) rahimahullaah, “Ilmu tergantung amal, amal tergantung keikhlasan, dan keikhlasan mewariskan pemahaman tentang Allah ‘Azza wa Jalla.”  Senada dengan Abu ‘Abdillah ar-Rudzabari, Imam Ibrahim an-Nakha’i (wafat th. 96 H) rahimahullaah mengatakan, “Barangsiapa mencari sesuatu berupa ilmu yang ia niatkan karena mengharap wajah Allah, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya.”[5]
Hendaklah kita memperbaiki niat kita dalam menuntut ilmu dan menjauhi niat buruk yang hanya untuk memperoleh keuntungan duniawi. Karena terkadang seorang penuntut ilmu terbetik niat dalam hatinya untuk tampil (ingin terkenal). Apabila ia benar-benar ingin mempelajari ilmu, membaca berbagai nash dan buku sejarah serta memperhatikan isinya, lalu ia termasuk orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah Ta’ala, hal itu akan menjadikannya sadar kembali, perhatiannya terhadap kitab-kitab itu membuatnya bersemangat kembali untuk berbuat kebenaran dan kebaikan. Adapun jika ia termasuk orang-orang yang dikalahkan hawa nafsu dan syahwatnya, hendaklah ia tidak mencela, kecuali kepada dirinya sendiri.[6]
Dan yang perlu kita ketahui bahwa ilmu tidak bisa kita dapatkan dengan cara bersantai-santai ria. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW.


Dalam hadits riwayat Muslim, Abu Katsir berkata,
 لاَ يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ
Ilmu tidak diperoleh dengan badan yang bersantai-santai.” (HR. Muslim no. 612).
Abu Hilal Al Asykari (seorang penyair) awalnya sulit menghafalkan bait sya’ir. Kemudian ia memaksakan dirinya dan berusaha keras, awalnya ia bisa menghafalkan 10 bait. Karena ia terus berusaha, ia akhirnya bisa menghafalkan 200 bait dalam sehari.
Rusaknya niat bisa disebabkan oleh banyak hal diantaranya yaitu:
D.    Ingin Terkenal dan Ingin Tampil Keren
ingin terkenal dan ingin tampil adalah penyakit kronis. Tidak seorang pun dapat selamat darinya, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah Ta’ala.
Apabila niat seorang penuntut ilmu adalah agar terkenal, ingin dielu-elukan, ingin dihormati, ingin dipuji, disanjung, dan yang diinginkannya adalah itu semua, maka ia telah menempatkan dirinya pada posisi yang berbahaya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai bangsa Arab, wahai bangsa Arab (tiga kali), sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi.”[7].
Imam Ibnul Atsir (wafat th. 606 H) rahimahullaah mengatakan, “Maksud syahwat yang tersembunyi dalam hadits ini adalah keinginan agar manusia melihat amalnya.”.[8]
Kemudian Sufyan Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah untuk bertaqwa. Kelebihan ilmu atas ilmu yang lain hanya karena ilmu digunakan bertaqwa kepada Allah SWT. Jika tujuan ini menjadi cacat dan niat orang yang mencari ilmu menjadi rusak, dengan pengertian bahwa ilmu itu digunakan untuk mencapai perolehan hal-hal duniawi; berupa harta atau jabatan, maka pahala orang yang mencari ilmu itu benar-benar telah terhapus dan ia benar-benar telah dengan kerugian yang amat sangat.[9]
Mahmud bin ar-Rabi’ (wafat th. 66 H) radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Ketika kematian hendak menjemput Syaddad bin Aus (wafat th. 58 H), ia berkata, ‘Yang paling aku takutkan menimpa ummat ini adalah riya’ dan syahwat tersembunyi.” Dikatakan bahwa syahwat tersembunyi adalah seseorang ingin (senang) apabila kebaikannya dipuji.
Seorang hamba yang bergembira dan senang dihormati orang lantaran ilmu yang dimiliki dan amal yang dikerjakannya, maka ini menunjukkan bahwa adanya sifat riya’ (ingin dilihat orang lain) dan sum’ah (ingin didengar orang lain) dalam dirinya. Barangsiapa memperlihatkan amalnya karena riya’, maka Allah Ta’ala akan memperlihatkannya kepada manusia, dan barangsiapa memperdengarkan amalnya, maka Allah Ta’ala akan memperdengarkan amal (kejelekan)nya kepada manusia.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بِهِ مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ.
“Barangsiapa memperdengarkan (menyiarkan) amalnya, maka Allah akan menyiarkan aibnya. Dan barangsiapa beramal karena riya’, maka Allah akan membuka niatnya (di hadapan manusia pada hari Kiamat).
Syahwat merupakan musibah, kecuali bagi orang yang hatinya ingat kepada Allah Ta’ala. Ketika Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H) rahimahullaah mendengar bahwa namanya disebut-sebut, beliau mengatakan, “Semoga ini bukan ujian bagiku[10].


E.     Bosan dalam Menuntut Ilmu
Di antara penghalang menuntut ilmu adalah merasa bosan dan beralasan dengan berkonsentrasi mengikuti informasi terkini guna mengetahui peristiwa yang sedang terjadi.
Ilmu yang kita cari mendorong kita untuk mengetahui keadaan kita. Kita tidak akan bisa mengatasi berbagai masalah dan musibah yang menimpa, kecuali dengan meletakkannya pada timbangan syari’at. Seorang penyair mengatakan,
اَلشَّرْعُ مِيْزَانُ اْلأُمُورِ كُلِّهَا وَشَاهِدٌ لِفَرْعِهَا وَأَصْلِهَا
“Syari’at adalah timbangan semua permasalahan, dan saksi atas cabang masalah dan pokoknya”.[11]
Orang yang enggan menuntut dan menghafalkan ilmu, namun menyibukkan diri dengan mengikuti berita koran dan majalah, radio, televisi, internet, dan mencurahkan waktu dan tenaganya untuk hal yang demikian, kemudian berupaya mengatasi permasalahan dengan pandangannya yang kerdil tanpa merujuk kepada para ulama, maka ia merugi dan ia akan mengetahui kerugiannya nanti di kemudian hari.
Sangat disayangkan, banyak aktifis muda yang marah apabila larangan Allah Ta’ala dilanggar dan menangis karena larangan Allah Ta’ala dilecehkan, namun mereka meremehkan berbagai kemaksiyatan yang lainnya seperti ghibah, namimah, dan lainnya. Mereka tidak melaksanakan shalat seperti contoh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, padahal beliau bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِيْ أُصَلِّيْ.
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”[12].
Mereka pun tidak berwudhu’ seperti wudhu’nya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, padahal beliau bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ كَمَا أُمِرَ وَصَلَّى كَمَا أُمِرَ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa berwudhu’ seperti yang diperintahkan dan shalat seperti yang diperintahkan, diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”.
Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan ada obatnya. Tidaklah musibah terjadi, melainkan ada jalan keluar dalam Al-Qur-an dan As-Sunnah. Ini adalah perkara yang tidak diragukan lagi.
Oleh karena itu, jangan sekali-kali Anda berpaling atau bosan dalam menuntut ilmu. Belajarlah sampai Anda mendapatkan nikmatnya menuntut ilmu. Informasi yang paling baik, benar dan akurat adalah infor-masi dari Al-Qur-an dan Sunnah yang shahih.
F.     Menilai Baik Diri Sendiri
maksudnya adalah merasa bangga apabila dipuji dan merasa senang apabila mendengar orang lain memujinya.
Memang pujian manusia kepada Anda merupakan kabar gembira yang disegerakan Allah Ta’ala bagi Anda. Diriwayatkan dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah (wafat th. 32 H) radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Ditanyakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang melakukan kebaikan, kemudian manusia memujinya karena perbuatan tersebut?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ.
“Itu adalah kabar gembira yang Allah segerakan bagi seorang mukmin”.
Tetapi, berhati-hatilah jika Anda merasa gembira ketika dipuji dengan apa yang tidak Anda miliki. Sekali lagi berhati-hatilah agar hal ini tidak menimpa Anda. Ingatlah firman Allah Ta’ala mengenai celaan-Nya terhadap suatu kaum,
وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا “...Dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan...” [Ali ‘Imran: 188]
Kemudian ingatlah bahwa merasa diri baik itu pada umumnya adalah perbuatan tercela, kecuali pada beberapa perkara yang sesuai dengan aturan-aturan syari’at. Allah Ta’ala berfirman,
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.” [An-Najm: 32]
Begitu juga ingatlah celaan Allah Ta’ala kepada Ahli Kitab,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ ۚ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang menganggap dirinya suci? Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.” [An-Nisaa': 49]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ا أَنْفُسَكُمْ اَللهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ لاَ تُزَكُّو
“Janganlah menganggap diri kalian suci, Allah lebih mengetahui orang yang berbuat baik di antara kalian.”
Boleh saja seseorang merasa dirinya baik dalam beberapa hal, sebagaimana telah kami sebutkan tadi. Misalnya perkataan Nabi Yusuf ‘alaihis salaam,
خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ
“Dia (Yusuf) berkata, ‘Jadikanlah aku bendaharawan (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan”. [Yusuf: 55]
Tetapi pada umumnya merasa diri baik dan suka dipuji adalah di antara pintu masuk syaitan kepada hamba-hamba Allah Ta’ala. Karena itu, berhati-hatilah agar Anda tidak menjadi orang yang suka dan bangga apabila dipuji dan jangan berusaha untuk mendengarkan pujian-pujian itu.
Apabila Anda ingin mengetahui bahaya senang dipuji, perhatikanlah ketaatan Anda yang mulai menurun, lalu perhatikanlah orang yang memuji Anda. Sungguh, seandainya ia mengetahui apa yang tidak terlihat olehnya tentang diri dan amal Anda yang tidak diridhai Allah Ta’ala, apakah ia akan tetap memuji Anda??
Pelajaran yang dapat dipetik di sini adalah hendak-lah kita berhati-hati terhadap sikap menganggap baik diri sendiri. Hendaklah kita berhati-hati dari perbuatan mencantumkan gelar pada nama dengan gelar yang tidak kita miliki. Sebab, barangsiapa tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka ia tidak akan mendapatkannya.















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setiap hat atau perbuatan itu semuanya tergantung pada niat jika niat kita jelek maka kita juga akan dapat hasil yang jelek dan jika niat kita baik dan lurus di jalan allah dan semata-mata karna allah maka kita akan mendapatkan hasil yang baik sesuai harapan islam dan juga harapan kita, sehingga kita akan mencapai hidup yang tentram baik di dunia maupun di akhirat.
B.     Saran
Tuntutlah ilmu dengan niatan dan dengan cara yang benar karena salah niat akan berakibat fatal bagi kita di masa depan dan di akhirat.













DAFTAR PUSTAKA
Ø  Abdul Qadir, Yazid bin Jawas. 2007. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”. Pustaka At-Taqwa. Bogor - Jawa Barat.
Ø  Al-asyary, hasyim.1238H. Adabul Alim Wa Mutalim.
Ø  Hadisaputra Ihsan, 1981, “Anjuran untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan Pengalamannya”. Al-Ikhlas Surabaya.
Ø  Az-zarnuji. 2009. Terjemah Ta’alim Muta’allim. Mutiara ilmu.Surabaya.
Ø  Ahmad ,Mochammad Jamaludin. 2010. Pendidikan . Pustaka Al- Muhibbin. Jombang.


[1] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1, 54, 2529), Muslim (no. 1907), Abu Dawud (no. 2201), at-Tirmidzi (no. 1647), an-Nasa-i (I/85-60, VI/158-159, VII/13), dan Ibnu Majah (no. 4227) dari Shahabat ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
[2] Adabul alim wa mutalim. Hlm 24.
[3] Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim (hal. 112).
[4] Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/748, no. 1376).
[5] Sunan ad-Darimi (I/82).
[6] Lihat kitab Ma’aalim fii Thariiq Thalabil ‘Ilmi (hal. 20).
[7] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa’ (VII/136, no. 9922), dan Majma’uz Zawaa-id (VI/255). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 508).
[8] An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/516).
[9] Mohammad ashim hadiq, Adabut ta’lim wal mutaallim hlm. 23.
[10] Siyar A’laamin Nubalaa’ (XI/210).
[11] Ishlaahul Masaajid minal Bida’ wal ‘Awaa-id (hal. 110), karya al-‘Allamah Muhammad bin Jamaluddin al-Qasimi rahimahullaah.
[12] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 631, 6008, 7246), dari Shahabat Malik bin al-Huwairits radhiyallaahu ‘anhu.